Tentu
saya sangat setuju dengan jawaban Alm. Gus Dur saat ditanya Angelina Sondakh
yang saat itu belum menjabat sebagai anggota DPR dan baru pulang dari pagelaran
Miss World mewakili Indonesia. “Gus,
apa pandangan anda tentang pegelaran Miss World?” tanya Anggie.
Dengan
entengnya Gus Dur membalas, “Anda ini bagaimana nanya begituan kok ke santri…”
Singkat dan tak panjang lebar,
itulah jawaban dari Gus Dur. Karena saya juga santri, maka saya sepakat dengan
jawaban Gus Dur. Di lain kesempatan Alm. Pak Harto juga
pernah menolak saat dimintai izin menggelar pagelaran yang mempertontonkan
kecantikan dan kemolekan tubuh wanita itu. Pak Harto mengatakan, “Itu tidak
sesuai dengan budaya kita.”
Namun
tahun ini,
Indonesia benar-benar sanggup menjadi tuan rumah ajang keelokan rupa dan
keseksian tubuh wanita sejagat raya. Tentu berbagai alasan dilemparkan ke publik untuk
membuyarkan wacana dan menggelabuhi pandangan masyarakat awam. Mulai dari untuk iklan tempat-tempat wisata ke seluruh
dunia guna memikat para wisatawan, hingga mengangkat ekonomi Indonesia agar
semakin melonjak, mengingat nilai Rupiah kian merosot dan terpuruk.
Sebagai warga yang akrab
dengan kebudayaan Timur, tentu ajang yang seperti ini tidak layak bagi kita,
baik menjadi produsen mau pun konsumen. Apalagi Indonesia terkenal sebagai
negara Islam terbesar dalam hitungan jumlah pemeluknya. Kiranya sangat tidak
elok dan tak patut bila Indonesia malah menjadi tuan rumah untuk ajang yang
disiarkan ke pelbagai negara tersebut.
Tapi, nasi sudah menjadi
bubur. Kita kecolongan dari awal. Pagelaran telah dimulai bahkan puncak acara
pada 28 September mendatang telah dipersiapkan. Sebagai umat Muslim, kita telah
menyuarakan pendapat kita yang diwakili oleh ketua ormas seluruh Indonesia dan
MUI. Kita menolak, tidak mufakat, dan emoh akan ajang yang mengumbar
sisi keistimewaan seorang wanita meski kita terlambat untuk menggagalkannya.
Lantas, apa yang harus kita
lakukan? Sebagai warga Indonesia dan pemeluk agama Islam, kewajiban kita untuk
mengingatkan pemerintah telah gugur. Dan aksi demo damai yang telah digelar
cukup menunjukkan sikap protes kita. Tak perlu kita ramai-ramai membubarkan
kontes tersebut. Tak usah kita membawa pentungan seraya meneriakkan Allahu
Akbar dengan mengacak-acak tempat yang sudah disiapkan untuk ajang Miss
World.
Perlu kita ingat bahwa kita
menolak adanya pagelaran Miss World karena tidak sesuai dengan budaya negara kita
yang ketimuran dan agama kita yang penuh kesopanan. Namun akan sangat naif bila
kita berdalih demikian, namun kita malah menggunakan cara-cara anarkisme untuk
mengekspresikan ketidaksenangan kita akan pagelaran tersebut.
Jika kita memaksa untuk
bersikap keras dan bertindak kasar hingga melukai petugas keamanan yang diberi
amanah untuk menggawangi acara tersebut, maka tak patut kita melantangkan suara
menolak pagelaran Miss World dengan dalih yang selama ini kita gadang-gadang
dan teriakkan. Petugas keamanan yang mengawal acara tersebut sebagian juga ada
yang beragama Islam seperti kita. Mereka tak bersalah dan tak berdosa. Sebab pekerjaan
mereka hanyalah mentaati atasan. Apabila sebagian dari mereka harus melayang
nyawanya lantaran perbuatan kita yang gegabah, bisakah kita membayangkan bagaimana
tercabiknya hati istri dan anak-anak mereka?
Mari berpikir bijak dan
bersikap sesuai dengan norma budaya dan agama kita yang terkenal santun. Dan
maksud hadis Nabi tentang kasta cara mengubah kemungkaran adalah sesuai ranah
kekuasaan kita:
‘‘Barang
siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya
dengan tangannya (bila ia mempunyai kekuasaan). Apabila tidak mampu
(tidak mempunyai kekuasaan)
maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu (tidak
mempunyai kekuasaan)
lagi maka
dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’’
(HR. Muslim)
Islam, agama yang tegas namun tidak keras. Agama yang
terarah dan bukan lemah.
izin share ustadz
BalasHapusSilahkan...
BalasHapus