Rabu, 11 September 2013

Miss World

Tentu saya sangat setuju dengan jawaban Alm. Gus Dur saat ditanya Angelina Sondakh yang saat itu belum menjabat sebagai anggota DPR dan baru pulang dari pagelaran Miss World mewakili Indonesia. Gus, apa pandangan anda tentang pegelaran Miss World? tanya Anggie.

Dengan entengnya Gus Dur membalas, “Anda ini bagaimana nanya begituan kok ke santri…” Singkat dan tak panjang lebar, itulah jawaban dari Gus Dur. Karena saya juga santri, maka saya sepakat dengan jawaban Gus Dur. Di lain kesempatan Alm. Pak Harto juga pernah menolak saat dimintai izin menggelar pagelaran yang mempertontonkan kecantikan dan kemolekan tubuh wanita itu. Pak Harto mengatakan, “Itu tidak sesuai dengan budaya kita.”

Namun tahun ini, Indonesia benar-benar sanggup menjadi tuan rumah ajang keelokan rupa dan keseksian tubuh wanita sejagat raya. Tentu berbagai alasan dilemparkan ke publik untuk membuyarkan wacana dan menggelabuhi pandangan masyarakat awam. Mulai dari untuk iklan tempat-tempat wisata ke seluruh dunia guna memikat para wisatawan, hingga mengangkat ekonomi Indonesia agar semakin melonjak, mengingat nilai Rupiah kian merosot dan terpuruk.

Sebagai warga yang akrab dengan kebudayaan Timur, tentu ajang yang seperti ini tidak layak bagi kita, baik menjadi produsen mau pun konsumen. Apalagi Indonesia terkenal sebagai negara Islam terbesar dalam hitungan jumlah pemeluknya. Kiranya sangat tidak elok dan tak patut bila Indonesia malah menjadi tuan rumah untuk ajang yang disiarkan ke pelbagai negara tersebut.

Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Kita kecolongan dari awal. Pagelaran telah dimulai bahkan puncak acara pada 28 September mendatang telah dipersiapkan. Sebagai umat Muslim, kita telah menyuarakan pendapat kita yang diwakili oleh ketua ormas seluruh Indonesia dan MUI. Kita menolak, tidak mufakat, dan emoh akan ajang yang mengumbar sisi keistimewaan seorang wanita meski kita terlambat untuk menggagalkannya.

Lantas, apa yang harus kita lakukan? Sebagai warga Indonesia dan pemeluk agama Islam, kewajiban kita untuk mengingatkan pemerintah telah gugur. Dan aksi demo damai yang telah digelar cukup menunjukkan sikap protes kita. Tak perlu kita ramai-ramai membubarkan kontes tersebut. Tak usah kita membawa pentungan seraya meneriakkan Allahu Akbar dengan mengacak-acak tempat yang sudah disiapkan untuk ajang Miss World.

Perlu kita ingat bahwa kita menolak adanya pagelaran Miss World karena tidak sesuai dengan budaya negara kita yang ketimuran dan agama kita yang penuh kesopanan. Namun akan sangat naif bila kita berdalih demikian, namun kita malah menggunakan cara-cara anarkisme untuk mengekspresikan ketidaksenangan kita akan pagelaran tersebut.

Jika kita memaksa untuk bersikap keras dan bertindak kasar hingga melukai petugas keamanan yang diberi amanah untuk menggawangi acara tersebut, maka tak patut kita melantangkan suara menolak pagelaran Miss World dengan dalih yang selama ini kita gadang-gadang dan teriakkan. Petugas keamanan yang mengawal acara tersebut sebagian juga ada yang beragama Islam seperti kita. Mereka tak bersalah dan tak berdosa. Sebab pekerjaan mereka hanyalah mentaati atasan. Apabila sebagian dari mereka harus melayang nyawanya lantaran perbuatan kita yang gegabah, bisakah kita membayangkan bagaimana tercabiknya hati istri dan anak-anak mereka?

Mari berpikir bijak dan bersikap sesuai dengan norma budaya dan agama kita yang terkenal santun. Dan maksud hadis Nabi tentang kasta cara mengubah kemungkaran adalah sesuai ranah kekuasaan kita:

‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya (bila ia mempunyai kekuasaan). Apabila tidak mampu (tidak mempunyai kekuasaan) maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu (tidak mempunyai kekuasaan) lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’ (HR. Muslim)

Islam, agama yang tegas namun tidak keras. Agama yang terarah dan bukan lemah.



2 komentar: