Pertanyaan
seperti itu muncul di benak sebagian kawan-kawan saya. Memang tak jarang PKS
menjadi bahan kritikan saya, meski partai lain tak sesering PKS. Perlu
digarisbawahi, saya bukan salah satu kader partai yang mengikuti Pemilu baik
tahun-tahun lalu maupun 2014. Saya juga bukan orang pesanan yang dengan gampang
dibayar untuk membuat suatu opini atau wacana yang bertujuan membenci suatu
kelompok. Kritikan saya bukan berlandaskan api kebencian kepada sesama muslim melainkan
-menurut saya- perlu ada yang dibenahi dari pola pikir sebagian saudara-saudara
seiman saya yang menjadi kader PKS.
Mungkin
sebagian teman saya yang menjadi lawan politik PKS akan berkipas-kipas membaca
tulisan saya ini, biarlah terserah mereka karena saya menulis bukan dari
desakan orang lain tapi keinginan diri sendiri. Lantas mengapa partai lain tak
seperti PKS dalam pandangan saya? Karena PKS dengan getol membawa simbol-simbol
Islam untuk meraup suara masyarakat dan menduduki kursi pemerintahan dan ketika
PKS melakukan kesalahan –yang sebenarnya wajar sebab manusia-, apalagi
kesalahan yang fatal, maka secara otomatis nama Islam ikut tercoreng.
Partai
Islam lain seperti PBB, PAN, PKB, PPP tentu berbasis Islam pula namun tak
senarsis PKS yang seakan lebih islami dan semua kadernya seolah berkehidupan
penuh akan nuansa Islam yang sejatinya nuansa Arab. Juga pola pikir para kader
yang dibatasi dan dikekang oleh para murabbi dengan harus berbaik sangka
kepada orang dalam partai namun perlu waspada dan hati-hati –bahasa halus saya-
kepada orang asing (luar partai). Kalau memang PKS berjuang demi kepentingan
umum, bisa kita lihat bagaimana para kadernya mengisolasi diri dan agak emoh
bermuamalah dengan masyarakat lain selain sesama para kader.
Belum
lagi awal perengkrutan kader, para calon ‘korban’ akan diiming-imingi majlis atau
kajian ilmiyah untuk mau bergabung yang nantinya akan dijadikan kader. Dan juga
setelah ideologi para kader baru mulai mengakar, majlis atau kajian ilmiyah
menjadi majlis siyasah/politik yang intinya menyitir apapun dari Islam –baik Al-Quran
atau Hadis- yang bisa dijadikan senjata dan tameng untuk kepentingan politiknya.
Contoh
kongkrit dan simpelnya sudah akrab kita ketahui, bagaimana kader PKS
mempermainkan angka atau nomer urut PKS dan dikait-kaitkan dengan urutan surat
dalam Al-Quran serta ditafsirkan dengan nafsu politiknya.
Kita
juga tak lupa saat Pak LHI –maaf saya tak mencantumkan ustaz- dinyatakan
bersalah oleh KPK dalam kasus suap impor daging, betapa para petinggi PKS
membela mati-matian dengan dalih konspirasi Zionis, padahal saya yakin Pak
Abraham Shamad tak mengenal pimpinan Zionis di Israel. Tak cukup itu, para
kader militan PKS malah menyerupakan LHI dengan Nabi Yusuf yang difitnah lalu
dipenjara. Waw, amat melankolis? PKS begitu beraninya menabikan orang yang
benar-benar telah dinyatakan bersalah. Apakah ini yang diajarkan di setiap liqo’nya?
Tentu
di zaman yang penuh dengan degradasi moral ini, agama menjadi alat jual yang
amat laku. Dan masyarakat kita yang mayoritas Islam menjadi sasaran empuk yang
wajib disantap. Kembali ke pertanyaan besar di atas, mengapa PKS yang sering
saya kritik? Karena PKS menjadikan agama sebagai pakaian politiknya dan saya
seorang mahasiswa yang sedang belajar agama, jadi saya berhak dan berkewajiban
mempekerjakan nalar saya untuk hal-hal yang bersinggungan dengan agama, apalagi
saat agama dipermainkan hanya untuk sebuah kekuasaan.
Mulanya,
saya tak ingin meng-upload tulisan ini di blog pribadi saya cukup di status
Facebook saja karena tak seberapa penting, tapi begitu banyak apresiasi yang datang dari kawan-kawan saya baik dari
mantan kader PKS maupun orang asing (luar PKS) dan supaya tulisan ini bisa
dibenarkan bila benar dan disalahkan jika dianggap keliru. Saya menulis tulisan
ini pada tanggal 18 Maret 2014 dan saya post pada 11 April 2014, jadi tak akan
mempengaruhi hasil Pemilu 9 April 2014.
Semoga
Tuhan selalu menunjukkan kita sebuah kebenaran dan menggerakkan kita
menapakinya, dan pula memberitahu kita sebuah keburukan sekaligus menjauhkan
kita darinya.