Senin, 17 Februari 2014

'Nyaleg' ala Orang Indonesia dan Nabi Yusuf

Rupanya saya yang jauh dari tanah air saja muak melihat foto para calon wakil rakyat yang kurang jelas bahkan gak jelas di deretan jalanan.  Itu pun saya melihatnya masih dari media online, entah bagaimana jijiknya masyarakat Indonesia yang setiap hari bertemu dengan foto-foto yang tak lagi memiliki rasa jengah.

Lihat saja, ada caleg yang berpakaian Superman, ada yang bermotto dengan bahasa Inggris dengan percaya diri mengatakan "Belive to Me" yang seharusnya ada huruf 'e' sebelum huruf 'v', ada pula yang mengaitkan nomor urutnya dengan pesepak bola dunia, ada juga yang dengan terang-terangan mengoarkan faham Aswajanya, ada yang menyebutkan rentetan garis keturunannya, ada yang lain lagi yang lebih koplak dan sableng.

Apa karena banyaknya acara televisi kocak yang diminati masyarakat kita, hingga para calon pemimpin kita berusaha menjadi pelawak untuk mendulang suara rakyat meskipun beradegan berak dan beristinjak dengan riak? -maaf bila kata-kata saya terkesan arogan-

Satu lagi yang hampir luput dari ingatan saya, titel Haji, Kyai, Ustaz, dan simbol agamis seperti peci dan kerudung 'pembungkus' dadakan juga akrab menghiasi wajah para calon pemangku kebijakan nasib bangsa kita. Seolah-olah ingin menunjukkan bahwa seorang Haji, Kyai, Ustaz, atau gelar dan lambang agamis lainnya mampu menjadi obralan yang menjanjikan kejujuran, keamanahan, keadilan, hingga kesucian.

Lagi-lagi saya teringat salah satu ayat di surat Yusuf yang mengisahkan cara 'nyaleg' atau berkampanye ala Nabi Yusuf AS. Nabi Yusuf menawarkan dirinya kepada raja agar dijadikan bendaharawan negara lantaran Nabi Yusuf paham seluk beluk perekonomian Mesir yang nantinya akan mengalami musim subur selama 7 tahun dan musim paceklik 7 tahun berikutnya.

Menariknya, dalam ayat itu Nabi Yusuf berkata, "Sesungguhnya aku orang yang bisa menjaga (amanat) dan mengerti (mengatur perekonomian Mesir saat melewati dua musim tersebut)." Beliau tidak membusungkan dada dan menjual agamanya atau kenabiannya dengan mengatakan misalnya, "Jadikan aku bendaharawan negara karena aku Nabi, dan mendapatkan wahyu dari Allah."

Miris ketika kita dihadapkan dengan para pemimpin yang koplak dan sableng dan juga pemimpin yang menganggap jualan agama adalah permasalahan yang enteng dan dosanya justru membuatnya merasa anteng. Ya, semoga masih ada orang 'bener' yang tak 'kebelinger' di negeri tercinta kita.