Kamis, 25 Juli 2013

Menikahi Gadis Belia, Sunnah kah?

Perempuan adalah sebuah kata yang sulit untuk ditafsirkan. Beragam tafsiran akan mengitari satu kata tersebut. Bila kita memaknai kata perempuan adalah makhluk yang lemah, toh juga ada perempuan yang kuat. Atlet angkat besi, misalnya. Jika kita mentakwilkan kata perempuan ialah makhluk yang tak berdaya, toh presiden kita yang kelima adalah seorang perempuan.  Memang cukup sukar memahami dan memantik kata perempuan.

Di Pakistan, perempuan di belenggu dalam rumah. Suami dengan gagahnya memingit istri dan anak perempuannya. Seolah mereka adalah aurat yang harus disembunyikan. Di Amerika dan Eropa, perempuan bebas mengekspresikan segalanya. Bahkan lebih bebas dari seorang laki-laki. Dan di negeri kita, masih ada masyarakat yang berperilaku seperti warga Pakistan dan banyak juga yang meniru gaya hidup Amerika dan Eropa. Hanya mereka yang mengerti garis-garis yang disisirkan oleh agama, yang memperlakukan perempuan dengan normatif.

Dewasa ini, berbagai kasus bermunculan menyoal tentang perempuan. Mulai dari yang tak patut hingga yang dianggap pantas. Mulai dari yang haram hingga yang bercorak halal. Contoh dari yang tak patut adalah pemerkosaan, pencabulan, dll. Dan misal dari yang dianggap pantas ialah menikahi perempuan yang jauh lebih muda dengan embel-embel ini dan itu.

Kalau ditinjau dari ajaran Islam, memang tak ada pelarangan menikahi perempuan yang berumur jauh lebih muda. Nabi Muhammad Saw menikahi Aisyah yang muda, Umar bin Khattab menggandeng Ummu Kultsum binti Ali yang belia, dan Utsman bin Affan menganjurkan Abdullah bin Masud untuk menikahi gadis remaja meskipun ia menolakknya. Aisyah dan Ummu Kultsum adalah perempuan-perempuan bestari, namun sudah pantas untuk dipinang lantaran secara fisik dan psikis keduanya cukup dewasa.

Pernikahan Nabi dan Umar adalah sebuah ikatan yang berlandaskan agama dan bertujuan mulia tanpa ada modus-modus tertentu. Tujuan Nabi dan Umar dalam pernikahan itu ialah hendak merajut tali saudara dan keturunan yang mulia. Melihat sosok keduanya adalah pribadi yang tak bisa dielakkan kebaikan dan jauh dari sifat-sifat kotor. Aisyah putri Abu Bakar dan Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib. Abu Bakar dan Ali pun merestui pernikahan anaknya dengan harapan sebuah limpahan keberkahan bukan limpahan kekayaan. Hal ini terbukti kehidupan Nabi dan Aisyah yang bilamana tak ada makanan, Nabi memilih berpuasa. Dan Umar yang tak henti-hentinya menolak memakan daging dan hanya melumat roti serta minyak untuk mengganjal perutnya.

Sangat berbeda dengan realita masa kini, seorang lelaki yang sudah berkepala lima menikahi seorang gadis belia yang tujuannya berpunggungan dengan landasan agama dengan embel-embel penawaran ini dan itu.

Salah seorang yang terkenal dengan panggilan Syekh dengan kekayaan yang amat luar biasa menikahi gadis yang belum pantas untuk berumah tangga. Seorang ustaz yang juga bergelimang harta mengawini gadis yang masih menyandang status SMA dengan janji-janji duniawi.

Sebenarnya tak ada masalah dengan pernikahan semacam ini apabila didasari oleh rasa suka sama suka dan kerelaan. Namun naasnya, bila pernikahan semacam ini dilakukan dengan cara sirri dan dengan motif yang tak bisa dibenarkan oleh agama, secara akal pun kita akan menolaknya.

Di zaman yang serba instan ini, sebagian para pemeluk agama tak ingin menjalankan ajaran agamanya dengan pelik. Mereka hanya ingin meniru ‘keenakan duniawi’ saja tanpa mengukur sudah sampai manakah ia meneladani siapa yang diteladaninya. Banyak dari kalangan Muslimin yang hanya meniru pernikahan Nabi dan Umar namun mereka buta dan tak mau tahu dengan kepribadian Nabi dan Sahabat Umar.

Seharusnya para orangtua/wali lebih sayang dan jeli menikahkan anak perempuannya. Tidak menyerahkannya kepada lelaki hidung belang yang pintar memainkan agama. Tidak mengesahkan perkawinan putrinya dengan mereka yang bermuka dua.  

Lantas apa bedanya dengan menjual perempuan, kalau toh ujung-ujungnya adalah harta yang dipakai pijakan menikah. Mobil dan lembaran uang untuk menghalalkan hubungan suami-istri?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar