“Jika kita
ingin membela Nabi Muhammad SAW, kita tak boleh lupa bahwa beliau adalah Rasulullah
yaitu utusan Allah. Sudah barang pasti kita harus membela beliau dengan cara
Allah atau dengan cara yang diamini dan diridoi oleh Allah karena beliau –sekali
lagi- Rasulullah (utusan Allah) bukan Rasuluna (utusan kita). Bila
kita menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai Rasuluna (utusan kita), maka
kita akan semau kita dalam membelanya. Namun jika kita sadar bahwa beliau Rasulullah
(utusan Allah) dan kita membawa nama Allah, kita akan berhati-hati dalam
membelanya.”
Itulah salah
satu dawuh dari Habib Ali Zainal Abidin Al-Jufri saat terjadi pelecehan, dan penghinaan
terhadap Nabi Muhammad SAW beberapa tahun lalu. Tentu beliau
jauh lebih dekat dan mempunyai ikatan yang kuat dengan Nabi Muhammad SAW ketimbang kita lantaran
beliau cucu Baginda Nabi dan mengamalkan apa yang telah diperintahkan oleh Embah
Kakungnya.
Pernyataan Habib Ali tersebut selalu terekam di ingatan
saya saat sebagian orang/kelompok ingin membela agama Allah, Islam. Tentu jika
perkataan Habib Ali kita jadikan rujukan, kita akan mendapati sebuah kiasan
bahwa bila kita ingin membela agama Allah, sepantasnya dengan cara yang sesuai
dengan kehendak Allah seperti yang telah disisirkan dalam Al-Quran dan Hadis,
seperti tidak merusak, tidak memukul, apalagi membunuh, lantaran Allah telah
bayan memproklamirkan bahwa diri-Nya tidak menyukai tindak pengerusakan dan
pelakunya. Allah juga tidak suka dengan tindak kekerasan yang sampai melukai
seseorang yang tidak bersalah.
Apa yang telah saya tulis di atas adalah gambaran besar
bagaimana kita membela agama dan utusan Allah atau segala yang berkaitan dengan
Allah dengan bijak. Kemarin, Jumat (3/10) tersiar berita bahwa sebagian massa
atau anggota ormas FPI demo dan terjadi bentrok dengan polisi hingga
menimbulkan kerusakan sebagian bangunan dan luka-luka, baik dari kubu FPI
maupun kepolisian.
Saya emoh untuk menyalahkan aksi demo FPI,
lantaran dari pengakuan pihak FPI telah mengantongi surat izin dari kepolisian
dan tidak membawa senjata apapun baik bebatuan atau senjata tajam. Saya percaya
dan mengamini pernyataan Habib Novel tersebut. Dan dengan keyakinan yang penuh –sesuai
dengan nama saya-, peristiwa bentrok antara FPI dan Polisi dipicu oleh beberapa
provokator yang entah itu dari sebagian simpatisan –bukan anggota- FPI, atau
sebagian oknum kepolisian, atau bisa juga pihak ketiga yang menyusup dan
sengaja membuat keadaan riuh, ricuh, dan kisruh. Rasanya kok saya lebih
condong ke yang terakhir.
Namun terlepas dari itu semua, FPI sebagai ormas Islam seharusnya
bisa mengerem dan menahan diri. Karena sikap atraktif dan reaktif yang “berlebihan”
tanpa didahului dengan pertimbangan yang matang dan mendalam akan merugikan FPI
sendiri. Ikhwanul Muslimin (IM), contohnya. Lantaran terlalu atraktif dan reaktif
seusai Mursi dilengserkan akhirnya mayoritas warga Mesir spontan melengos saat
diajak berbincang tentang IM. Bahkan IM sudah diklaim sebagai ormas teroris,
meskipun tidak semua anggota IM seperti yang dituduhkan oleh banyak orang. Saya
khawatir FPI lama-lama akan diklaim serupa dengan IM. Atau jangan-jangan ada
upaya untuk mengarahkan citra FPI seperti IM.
Jujur saya kurang setuju FPI dibubarkan, saya juga angkat
topi dengan semangat dakwah FPI dan apa yang telah dilakukan saudara-saudara
FPI dalam bernahi mungkar atau berjihad –dalam istilah mereka-. FPI adalah
satu-satunya ormas yang tegas dalam menggaungkan Nahi Mungkar dan
menentang Liberalisme. Dan ini menjadi ciri khusus bagi FPI. Namun alangkah
baiknya pula bila anggota FPI juga digenjot dan digembleng dalam hal keilmuan
dan pendalaman keislamannya sehingga mereka bersikap tenang, tidak mudah
terpancing, dan dapat mengendalikan emosi dan akal sehat saat di lapangan. Bila
itu terpenuhi, saya yakin FPI akan menjadi ormas yang lebih besar lagi di
Indonesia.
Pihak kepolisian juga seharusnya tegas dalam hal
kejahatan, kemaksiatan, dan pelanggaran norma agama dan bangsa. Seluruh elemen
kepolisian seyogyanya tidak mudah dibeli oleh cukong-cukong dan bandar minuman
keras, prostitusi, dll. Tidak gampang dipengaruhi pihak-pihak yang ingin
mencederai nama FPI dan Islam itu sendiri.
Media, ah maaf saya sudah antipati dengan media-media. Saya
pernah kerja di media dan tahu betul bagaimana cara menjual sebuah berita. Sebelum
menulis ini saya mengkonfirmasi terlebih dahulu ke salah satu teman anggota FPI
dan dia memberikan saya klarifikasi yang cukup melegakan.
Mari dalam berbhinekatunggalika ini kita tidak
menyampingkan, apalagi mengenyahkan rasa tenggang rasa dan kekeluargaan kita.
Massa FPI adalah saudara kita. Aparat kepolisian juga saudara kita –apalagi mayoritas
mereka juga muslim-. Jangan saling melukai antar sesama saudara. Yang bukan
saudara kita adalah mereka yang menganggap kita bukan saudara mereka. Yang bukan
saudara kita adalah mereka yang menginginkan kita untuk memicu sikap riuh,
ricuh, dan kisruh.
Tidak setuju dengan Ahok, itu hak FPI tapi perlu diingat
kita hidup di Indonesia, negara yang memiliki hukum dan konstitusi. Silahkan demo
namun dengan catatan tidak melayangkan senjata atau apapun yang memancing
peperangan saudara. Saran saya pribadi, jika memang Ahok memimpin Ibu Kota, Ahok
harus lebih berhati-hati dalam mengeluarkan ucap dan sikap. FPI cukup mengawal
dan mengawasi setiap langkah dan kebijakannya bila memang ada keputusannya yang
sungguh-sungguh melukai Islam, ingatkan dengan cara-cara yang diridoi oleh
Allah karena Islam hakikatnya agama Allah bukan agama kita. Islam tegas namun
bukan keras.
Salam persaudaraan dan perdamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar