Jumat, 03 Oktober 2014

Membela Agama Allah

“Jika kita ingin membela Nabi Muhammad SAW, kita tak boleh lupa bahwa beliau adalah Rasulullah yaitu utusan Allah. Sudah barang pasti kita harus membela beliau dengan cara Allah atau dengan cara yang diamini dan diridoi oleh Allah karena beliau –sekali lagi- Rasulullah (utusan Allah) bukan Rasuluna (utusan kita). Bila kita menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai Rasuluna (utusan kita), maka kita akan semau kita dalam membelanya. Namun jika kita sadar bahwa beliau Rasulullah (utusan Allah) dan kita membawa nama Allah, kita akan berhati-hati dalam membelanya.”

Itulah salah satu dawuh dari Habib Ali Zainal Abidin Al-Jufri saat terjadi pelecehan, dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW beberapa tahun lalu. Tentu beliau jauh lebih dekat dan mempunyai ikatan yang kuat dengan Nabi Muhammad SAW ketimbang kita lantaran beliau cucu Baginda Nabi dan mengamalkan apa yang telah diperintahkan oleh Embah Kakungnya.

Pernyataan Habib Ali tersebut selalu terekam di ingatan saya saat sebagian orang/kelompok ingin membela agama Allah, Islam. Tentu jika perkataan Habib Ali kita jadikan rujukan, kita akan mendapati sebuah kiasan bahwa bila kita ingin membela agama Allah, sepantasnya dengan cara yang sesuai dengan kehendak Allah seperti yang telah disisirkan dalam Al-Quran dan Hadis, seperti tidak merusak, tidak memukul, apalagi membunuh, lantaran Allah telah bayan memproklamirkan bahwa diri-Nya tidak menyukai tindak pengerusakan dan pelakunya. Allah juga tidak suka dengan tindak kekerasan yang sampai melukai seseorang yang tidak bersalah.

Apa yang telah saya tulis di atas adalah gambaran besar bagaimana kita membela agama dan utusan Allah atau segala yang berkaitan dengan Allah dengan bijak. Kemarin, Jumat (3/10) tersiar berita bahwa sebagian massa atau anggota ormas FPI demo dan terjadi bentrok dengan polisi hingga menimbulkan kerusakan sebagian bangunan dan luka-luka, baik dari kubu FPI maupun kepolisian.

Saya emoh untuk menyalahkan aksi demo FPI, lantaran dari pengakuan pihak FPI telah mengantongi surat izin dari kepolisian dan tidak membawa senjata apapun baik bebatuan atau senjata tajam. Saya percaya dan mengamini pernyataan Habib Novel tersebut. Dan dengan keyakinan yang penuh –sesuai dengan nama saya-, peristiwa bentrok antara FPI dan Polisi dipicu oleh beberapa provokator yang entah itu dari sebagian simpatisan –bukan anggota- FPI, atau sebagian oknum kepolisian, atau bisa juga pihak ketiga yang menyusup dan sengaja membuat keadaan riuh, ricuh, dan kisruh. Rasanya kok saya lebih condong ke yang terakhir.

Namun terlepas dari itu semua, FPI sebagai ormas Islam seharusnya bisa mengerem dan menahan diri. Karena sikap atraktif dan reaktif yang “berlebihan” tanpa didahului dengan pertimbangan yang matang dan mendalam akan merugikan FPI sendiri. Ikhwanul Muslimin (IM), contohnya. Lantaran terlalu atraktif dan reaktif seusai Mursi dilengserkan akhirnya mayoritas warga Mesir spontan melengos saat diajak berbincang tentang IM. Bahkan IM sudah diklaim sebagai ormas teroris, meskipun tidak semua anggota IM seperti yang dituduhkan oleh banyak orang. Saya khawatir FPI lama-lama akan diklaim serupa dengan IM. Atau jangan-jangan ada upaya untuk mengarahkan citra FPI seperti IM.

Jujur saya kurang setuju FPI dibubarkan, saya juga angkat topi dengan semangat dakwah FPI dan apa yang telah dilakukan saudara-saudara FPI dalam bernahi mungkar atau berjihad –dalam istilah mereka-. FPI adalah satu-satunya ormas yang tegas dalam menggaungkan Nahi Mungkar dan menentang Liberalisme. Dan ini menjadi ciri khusus bagi FPI. Namun alangkah baiknya pula bila anggota FPI juga digenjot dan digembleng dalam hal keilmuan dan pendalaman keislamannya sehingga mereka bersikap tenang, tidak mudah terpancing, dan dapat mengendalikan emosi dan akal sehat saat di lapangan. Bila itu terpenuhi, saya yakin FPI akan menjadi ormas yang lebih besar lagi di Indonesia.

Pihak kepolisian juga seharusnya tegas dalam hal kejahatan, kemaksiatan, dan pelanggaran norma agama dan bangsa. Seluruh elemen kepolisian seyogyanya tidak mudah dibeli oleh cukong-cukong dan bandar minuman keras, prostitusi, dll. Tidak gampang dipengaruhi pihak-pihak yang ingin mencederai nama FPI dan Islam itu sendiri.

Media, ah maaf saya sudah antipati dengan media-media. Saya pernah kerja di media dan tahu betul bagaimana cara menjual sebuah berita. Sebelum menulis ini saya mengkonfirmasi terlebih dahulu ke salah satu teman anggota FPI dan dia memberikan saya klarifikasi yang cukup melegakan.

Mari dalam berbhinekatunggalika ini kita tidak menyampingkan, apalagi mengenyahkan rasa tenggang rasa dan kekeluargaan kita. Massa FPI adalah saudara kita. Aparat kepolisian juga saudara kita –apalagi mayoritas mereka juga muslim-. Jangan saling melukai antar sesama saudara. Yang bukan saudara kita adalah mereka yang menganggap kita bukan saudara mereka. Yang bukan saudara kita adalah mereka yang menginginkan kita untuk memicu sikap riuh, ricuh, dan kisruh.

Tidak setuju dengan Ahok, itu hak FPI tapi perlu diingat kita hidup di Indonesia, negara yang memiliki hukum dan konstitusi. Silahkan demo namun dengan catatan tidak melayangkan senjata atau apapun yang memancing peperangan saudara. Saran saya pribadi, jika memang Ahok memimpin Ibu Kota, Ahok harus lebih berhati-hati dalam mengeluarkan ucap dan sikap. FPI cukup mengawal dan mengawasi setiap langkah dan kebijakannya bila memang ada keputusannya yang sungguh-sungguh melukai Islam, ingatkan dengan cara-cara yang diridoi oleh Allah karena Islam hakikatnya agama Allah bukan agama kita. Islam tegas namun bukan keras.


Salam persaudaraan dan perdamaian.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar