“Tentang
kemuliaan di sisi Allah pak Quraisy, itu kan Nabi Muhammad sudah dijamin
sebagai manusia yang paling mulia yang masuk surga gitu? Nah untuk kita-kita
manusia yang hidup pada zaman sekarang atau masa depan atau masa yang akan
datang, apakah ada kemungkinan mengejar status itu, paling tidak hampir
seberapanyalah gitu?” tanya Hedi Yunus.
“Tidak
benar. Saya ulangi lagi tidak benar bahwa Nabi Muhammad mendapat jaminan Surga.
Nahh.. surga itu hak prerogratif Allah. Ya tho? memang kita yakin bahwa beliau
mulia. kenapa saya katakan begitu? Karena ada seorang sahabat nabi dikenal
orang… terus para Sahabat
di sekitarnya
berkata, bahagialah engkau akan mendapat surga. Kemudian Nabi dengar, siapa yang bilang
begitu, Nabi
berkata, tidak seorang pun orang masuk surga karena amalnya.
Sahabat bertanya, Hingga Anda wahai Rasulullah. Nabi menjawab iya bahkan saya
pun...” jawab Prof. Dr. Quraish Shihab.
***
Kurang lebih seperti itulah
percakapan antara pembawa acara, Hedi Yunus, dan narasumber, Prof. Dr. Quraish Shihab. Dalam pertanyaan
Hedi, terlihat bahwa pertanyaan dia sangat umum dan untuk menjawabnya bisa
saja dari segala
sisi yang berhubungan dengan surga. Prof. Dr. Quraish Shihab menjawab dari sisi amal
perbuatan, bahwa amal perbuatan tidak menjamin seseorang masuk surga karena
surga adalah hak prerogratif Allah. Allah berhak memasukkan seseorang yang
gemar melakukan dosa ke surga dan Allah berhak pula menjerumuskan ahli ibadah
ke neraka karena kita sebagai manusia biasa tidak tahu hakikat kematian dan
nasib setiap orang.
“.... Sesungguhnya
di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara
dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya
ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam
neraka. Dan sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli
neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah
ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.”
[HR. Bukhari-Muslim/Hadis ke 4 dari Hadis Arbain Nawawi]
“Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang
diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS.
Al-Anbiya’: 23)
Akan tetapi bagi mereka yang
berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan tulus beribadah karena Allah,
beramal baik, berakhlak karimah, maka Allah akan memberinya rahmat, kasih
sayang. Dan dengan rahmat itulah Allah memasukkannya ke dalam surga seperti
bunyi hadis yang disampaikan Prof. Dr. Quraish Shihab. Ada beberapa hadis yang
diriwayatkan Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad bin Hambal yang bermakna serupa
dengan yang disampaikan Prof. Dr. Quraish Shihab, dan setidaknya ada 3 sahabat
yang meriwayatkan hadis-hadis dengan tema yang sama, Sayidah Aisyah, Abu Said
Al-Khudri, dan Salman Al-Farisi.
“Salah
seorang di antara kalian tidak akan masuk surga dengan amalnya. Para sahabat
bertanya: Ya Rasulullah apakah anda juga demikian? Beliau bersabda: Ya, hingga
Allah meliputiku dengan rahmat-Nya.”
Makna hadis tersebut bahwa
hingga Rasulullah pun tidak ada jaminan masuk surga karena amal ibadahnya,
padahal kita tahu ibadah Rasulullah sangatlah luar biasa. Kalau Rasulullah saja
tidak dijamin oleh Allah masuk surga lantaran amal ibadahnya, apalagi kita
umatnya yang jarang beribadah.
Rasulullah mendirikan salat
malam dan berzikir hingga bengkak kedua kakinya. Beliau pun ditanya: “Mengapa
Anda membebani diri dengan hal yang demikian? Bukankah Allah swt. telah
mengampuni Anda dari segala dosa Anda, baik yang terdahulu maupun yang akan
datang?” Rasulullah saw. Bersabda : “Tidak patutkah saya menjadi hamba Allah
yang bersyukur?” [HR. Bukhari-Muslim]
Lantas, dengan demikian apakah
amal ibadah tidak penting dan tidak perlu dilakukan? Tentu ini logika yang
tidak benar. Karena dengan beramal saleh saja, kita belum tentu bisa masuk
surga, apalagi tidak beramal baik sama sekali.
Sesuai hadis yang serupa
dengan yang disampaikan Prof. Dr. Quraish Shihab tadi, ada pengecualian, yaitu
seseorang bisa masuk surga bila ia diliputi oleh Allah dengan rahmat dan kasih
sayang-Nya. Bagaimana kita akan mendapat kasih sayang Allah, kalau kita tidak
pernah berbuat baik dan menyembah-Nya? Secara nalar tentu tidak bisa
dibenarkan.
Guru kami, Syekh Yusri Rusydi,
pengajar kitab Sahih Bukhari di Masjid Al-Azhar, Kairo-Mesir, pernah
menjelaskan bahwa rahmat yang diberikan Allah kepada kita itu adalah
Rasulullah. Karena Allah berfirman mengenai Nabi Muhammad:
“Dan
tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat/kasih
sayang bagi semesta alam).” (QS Al Anbiya’ : 107).
Juga hadis Nabi yang berbunyi:
“Wahai
manusia, sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (untuk semesta).”[Mustadrak
Al-Hakim]
Lalu, apakah benar Nabi
Muhammad tidak dijamin masuk surga?
1.
Nabi
Muhammad tidak dijamin masuk surga DENGAN AMAL IBADAH beliau, seperti yang
disampaikan Prof. Dr. Quraish Shihab dan sesuai hadis dan keterangan di atas. Namun
hadis tersebut menjelaskan bahwa Allah tidak akan memasukkan seseorang ke surga
karena amalnya kecuali Allah telah memberinya rahmat. Dan tentu Allah telah
memberi rahmat kepada Nabi Muhammad, bagaimana Allah tidak memberi rahmat
kepada Nabi, lha wong Nabi sendiri itu dijadikan rahmat oleh Allah untuk
semesta alam. Jadi, Nabi Muhammad sudah barang tentu masuk surga karena beliau
sudah diberi bahkan dijadikan Allah sebagai rahmat yang merupakan syarat mutlak
seorang hamba masuk surga Allah.
2. Prof. Dr. Quraish Shihab menjawab pertanyaan pembawa
acara dengan mengambil tema bahwa amal ibadah tidak menjamin seseorang hingga
Nabi pun masuk surga. Saya menganggap jawaban beliau sangat pas untuk kondisi
masyarakat Indonesia sekarang, melihat banyak orang yang merasa jumawa dan suci
lantaran telah beribadah ini dan itu, telah haji dan umroh berkali-kali,
menyumbang sekian puluh juta untuk yayasan A dan B.
3. Prof. Dr. Quraish Shihab sendiri sudah menjawab kerancuan
atau pemahaman yang ambigu tentang hadis yang beliau sampaikan dengan mengutip
intisari dari tafsir surat Ad-Dhuha ayat 5 bahwasannya Rasulullah diberi oleh
Allah sesuatu yang membuat Rasulullah senang atau rido, dan itu kita tafsirkan
sebagai surga atau sesuatu yang lain, jelas beliau.
4. Prof. Dr. Quraish Shihab dalam video itu juga menekankan
artikulasi atau pelafalan kata DENGAN AMAL IBADAH, ini sudah jelas bahwa yang
ingin beliau maksudkan adalah Nabi tidak dijamin masuk surga karena amal
ibadahnya. Adapun Nabi masuk surga, sudah jelas beliau dijamin masuk surga tapi
tidak dengan mengandalkan amal ibadah beliau.
5. Kalau toh, Prof. Dr. Quraish Shihab benar-benar
mempercayai dan mengatakan bahwa Nabi Muhammad tidak masuk surga, lantas
mengapa Prof. Dr. Qurasih Shihab mengikuti agama Nabi Muhammad, bahkan beliau
belajar berpuluh-puluh tahun mendalami ajaran Nabi Muhammad? Sangat (maaf)
bodoh sekali seorang Profesor yang bertentangan dengan apa yang ia yakini dan
pelajari.
6. Perlu kita telaah ulang dan kita kaji terlebih dahulu. Tidak
serta merta dan sontak menuduh orang lain sesat. Apalagi yang kita tuduh orang
yang pengetahuan agamanya jauh di atas kita. Jangan-jangan kita yang gampang
tersulut dengan omongan orang lain dan dengan mudah kita dijadikan domba yang
cepat bisa diadu.
7. Dulu, Rasulullah dan para Sahabat menjadikan agama untuk
mempersatukan umat. Namun naasnya, sekarang ada oknum-oknum tertentu yang
justru memakai agama untuk memperpecahbelah umat dengan tujuan agar umat
mengikuti kelompoknya, alirannya, ajarannya, ajaran yang penuh kebencian.
8. Prof. Dr. Quraish Shihab adalah ulama moderat, toleran,
dan ahlu sunnah wal jamaah, bukan Syiah atau yang lainnya. Kita perlu waspada,
jangan-jangan ini sengaja menjadi angin segar bagi Wahabi untuk merusak citra
nama ulama ahlu sunnah wal jamaah Nusantara dengan tuduhan syiah, sesat, dll.
9. Isu saling menyesatkan di Indonesia semakin kental
semenjak munculnya aliran Wahabi dan Syiah di Indonesia. Hingga ulama Ahlu
sunnah wal jamaah dijadikan korban dengan tuduhan syiah atau wahabi yang
sejatinya itu disematkan oleh Syiah sendiri atau Wahabi.
10. Jangan
serta merta menerima kabar, berita lalu menyebarkannya tanpa menanyakannya
kepada orang yang memang ahli dalam bidangnya. Dan sebaiknya belajar ilmu agama
memanglah dengan guru, bukan hanya membaca dari internet apalagi yang dibaca
tidak tersaring terlebih dahulu mana yang cocok untuk dibaca dan mana yang
tidak.
Wallahu A’lam.
Hormat kami,
Achmad Ainul Yaqin,
Mahasiswa Tingkat Akhir,
Fakultas Ushuluddin-Hadis, Universitas Al-Azhar-Kairo