Menjelang maghrib, hampir semua
orang sibuk dengan aktifitasnya. Para pekerja selekas mungkin pulang melepas
pekat dan penat. Para pedagang khusyuk melayani penjual dengan target habis bin
ludes. Para pelajar keluar dari kampus dan tempat kursus dengan menenteng
beberapa kitab dan diktat kuliah, ada juga yang meninggalkan masjid Al-Azhar
setelah duduk dengan seorang syekh yang alim dalam bidangnya atau malah hendak
berangkat. Begitu pun aku, yang tak bisa dipungkiri sebagai mahasiswa. Sedikit
sibuk berada di tengah keramaian jalan menjalankan sedikit tugas sebagai
panitia di sebuah acara mahasiswa Indonesia-Mesir.
Enam hingga tujuh menit lagi azan
maghrib berkumandang. Tiba-tiba, Ringtone ringan telepon genggamku
berdering, ternyata sebuah pesan datang dari kakak perempuanku. “Adek, bpk skrng mnjalani trapi tngn n kakix yg trkena stroke 3-4X
seminggu.tntux btuh uang bnyk. Sp lg yg dharapkan klwrg klo bkn kmu. Aku n ibu
bngng n tk tega ngmng ni k adek. Tp mw gmn lg? Tlng sisihkn uang ja2nmu untk
bpk ya?”.
Allahu Akbar, kutatap langit sembari
menyeka setetes air mata. Begitu sayang kah Tuhan kepada keluargaku?. Hampir
genap dua minggu aku merasakan menjadi mahasiswa seutuhnya. Tanpa bekerja dan
berdagang. Kumulai kegiatan Termin II ini dengan berorganisasi, kajian, dan
mengaji. Apakah aku harus menggantinya dengan kerja lagi?.
Terkadang sangat miris dan terasa
teriris hatiku ketika mengetahui SMS seorang teman dari orang tuanya, “Nak,
uangnya sudah ayah kirim sekian juta”. Singkat, tak sepanjang pesan
yang kuterima. Hanya bisa mengelus dada membacanya. Ah, biarlah itu memang
rejekinya. Toh Allah tak sama menggoreskan gari-garis di setiap telapak tangan
manusia.
Mahasiswa seutuhnya, itulah sebuah
sebutan yang sudah lama aku idam-idamkan semenjak duduk di bangku SMA. Hingga sesampainya
di Mesir tak bisa kubendung kebahagianku menyandang status mahasiswa apalagi
MAHASISWA AL-AZHAR KAIRO. Merupakan sebuah kehormatan mulia dan amanat yang
amat berat. Bukanlah hal yang tak terelakkan lagi, Mesir terkenal dengan
peradaban keilmuannya yang sangat pesat. Ribuan ulama lahir dari pangkuan
Al-Azhar yang semuanya tersebar ke seluruh belahan dunia timur hingga barat.
Masyarakat tak mau tahu, lulusan Kairo harus bisa sepeti ini dan itu, mampu
menjawab segala permasalahan dengan dalil akurat dan tepat. Entahlah!!
Tuhan, aku ingin hidup dengan segala
sikap yang bijak. Berbakti kepada orang tua di hari-hari tuanya. Namun aku juga
ingin merasakan kelezatan mencari ilmu. Pagi hingga siang duduk di bangku
kuliah, sore sampai malam menghadiri kajian-kajian atau mengaji di bilik-bilik
masjid Al-Azhar. Astaghfirulloh, sekelumit penyakit hatiku kambuh enggan
menerima takdir hidup padahal hati kecil tak henti-hentinya melengking mengucap
“Tetap tersenyumlah dengan menatap garis tanganmu, Tuhan akan rela kepadamu”.
Kawan, sebenarnya malu aku ketika
kau baca note kecilku ini. Tapi aku harap ketika kau berada di kasta atasku,
bersyukurlah. Dan ketika kau berada di bawahku ceritakan kisah hidupmu kepadaku
agar aku bisa bersyukur dengan apa yang ada. Bukanlah sebuah rasa iba dan
kasihan yang kuinginkan, namun sebait doa darimu yang selalu kuharap.
Kairo, 15 Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar