Sore musim
panas jauh lebih hangat ketimbang siang musim dingin. Kipasan angin tak bisa
menghilangkan kegerahan tubuh yang selalu meminta untuk diguyur. Tenggorokan
yang kian meringkai selalu teriak-teriak memanggil es batu dalam kulkas. Ya, inilah
musim panas di negeri lain. Tak akan pernah kurasakan jika kelak kembali ke pelukan Ibu
Pertiwi.
Semenjak bulan lalu, aku meninggalkan asrama. Bukan
karena ingin keluar atau dikeluarkan. Aku hanya ingin merasakan hidup di luar
asrama. Di flat yang dihuni beberapa mahasiswa. Terlebih salah seorang temanku
sedang berlibur, pulang kampung. Aku sebagai sahabat karibnya dengan segala
kedermawananku, menawarkan kepadanya untuk menggantikan uang rumah bulanan dan
sekaligus menetap di kamarnya selama ia liburan. Ia setuju. Tapi aku mengajukan
syarat kepadanya. Syaratnya nanti jika ia sudah kembali ke Kairo, ia akan
mengganti uangku. Hehehe
Sudah empat hari ini, rumah yang aku huni saat ini
mengering. Rumah ini berada di lantai 5. Setiap lantai ada lima rumah. Jadi total
seluruh rumah yang bertengger di gedung ini ada dua puluh lima. Sialnya, dua
puluh lima rumah tak disertai dengan tabung air di atas gedung. Air bisa
mengalir mengisi kran rumah-rumah hanya dengan bantuan mesin Sanyo. Naasnya,
mesin Sanyo yang sudah menjadi nyawa kami beberapa hari ini hanya bisa batuk
dan berdehem.
Sudah barang tentu, kami yang berada di lantai 5 menjadi
korban permanen lantaran air yang didorong mesin Sanyo gelegapan hanya berputar
di lantai 1 dan 2. Jangankan mandi, untuk kencing dan berwudu saja kami
kebingungan. Hampir tiap hari kami mengungsi mandi di rumah teman. Kadang kami
harus sembunyi-sembunyi mandi di kamar mandi masjid sebelah rumah, takut kena
omelan maut bapak tua yang bersuara parau.
Sore ini tak jauh berbeda dengan sore-sore kerontang hari
kemarin. Di kamar yang berukuran sedang ini, aku hanya dihibur dengan kipas
angin, novel, dan nyanyian “Mimpi” yang dikicaukan oleh Anggun. Saat melepaskan
mata dari rangkaian huruf dan kata Leila S. Chudori, aku mencoba melayangkan
pandanganku ke sudut kamar dekat jendela. Ah, sungguh tak tahu diri makhluk
itu. Lalat itu, ya sepasang lalat itu entah sengaja atau tidak, ia melemparkan
lara pada diriku. Bagaimana tidak, dengan tanpa dosa sepasang lalat itu
bergumul, saling tindih dan kecup. Sepasang lalat itu tiada malu bercumbu,
saling gigit, hingga terbang bersama dengan keadaan masih saling tertancap satu
sama lain.
“Dasar makhluk tak punya akal dan perasaan.” hardikku.
Tidakkah ia sedikit berempati dan berbelas kasih pada kami yang masih lajang?
Tidakkah ia mengerti bila manusia selepas berhubungan badan wajib mandi?
Tidakkah ia tahu kami sedang jejaka dan sedang menanti bugarnya mesin Sanyo
gedung rumah kami? Ah, biarlah! Toh hewan tercipta tanpa rasa, logika dan
cinta.
Hush! Kenapa jemariku mengikutsertakan cinta? Ah, itu tak
penting. Yang terpenting saat ini hanyalah aliran air yang menggelegar seperti
minggu-minggu lalu. Hingga kami serumah tak ada yang mengungsi. Tak ada yang
pening saat air seni memaksa keluar mencari tempat lain. Tak ada yang pusing
kala butiran beras sudah saatnya menjadi gumpalan nasi dan siap dilahap. Tak
ada yang resah saat perut tak henti-hentinya mempermainkan pemiliknya,
menggoda, dan menuntut agar bekas makanan
dilenyapkan melalui lubang pencetak kotoran.
Apa aku dan seisi rumah ikut saja berdemo dengan jutaan
warga Mesir memprotes Presiden Morsi. Kalau warga Mesir menuntut Morsi lengser
dari jabatannya, kami hanya menuntut dia mengganti mesin Sanyo kami dan
membelikan kami tabung air yang besar sebagai tampungan. Tapi apa hubungannya
Morsi dengan air rumah? Bukankah aksi protes harusnya ditujukan kepada tuan
rumah? Ah, biar saja! Sudah dua bulan menetap, tuan rumah belum juga terlihat
batang hidungnya. Atau, jangan-jangan tuan rumah kami memang Presiden Morsi?
Tanpa air, hidup terasa susah. Sebab semua yang hidup
tercipta dari air. Memang Sang Maha Benar
selalu benar dalam tuturnya, “Dan Kami ciptakan dari air segala
sesuatu yang hidup.” (QS. Al-Anbiya’:30)
Terasa hidup di gurun pasir. Air... Air... Air... Mana
air?
Kairo/1/7/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar