Jokowi,
sebuah nama yang tak asing lagi bagi penduduk Indonesia
terlebih warga Surakarta dan Jakarta. Joko Widodo, itulah nama lengkap pria
kurus yang beberapa tahun ini menjadi trending personal dalam dunia politik.
Setelah berhasil sukses memimpin Surakarta selama dua
periode, mantan pengusaha mebel itu mampu membuktikan kepada Indonesia bahwa ia
bisa memimpin Jakarta. Tak ayal, ia pun menang pada pemilihan gubernur Jakarta
mengalahkan Fauzi Wibowo yang ingin mengulangi masa jabatannya untuk kedua
kalinya.
Kala menjabat walikota Surakarta, konon Jokowi tak pernah
mengambil pesangonnya. Ia ikhlas berkhidmat untuk kota kesayangannya. Surakarta
pun menjadi kota yang penuh perubahan di tangan Jokowi. Lantas bagaimana dengan
Jakarta?
Semenjak menduduki kursi nomer wahid di Jakarta, Jokowi
dengan keukehnya tak ingin enak-enakan duduk di kantor. Ia pun bekerja dengan
gaya lamanya yaitu blusukan. Kampung-kampung kecil ia telusuri. Sungai-sungai
ia jelajahi. Dan warga-warga pinggiran ia dekati. Tentu dengan gaya
kepemimpinan yang seperti ini, masyarakat Jakarta selalu mengelu-elukan Jokowi.
Saat acara karnaval HUT DKI Jakarta ke-486 kemarin,
dengan merakyatnya Jokowi tak enggan dan tak segan memakai kostum mirip dinasti
China dengan menunggangi kuda. Sikap seperti inilah yang menjadikan nama Jokowi
disebut-sebut oleh masyarakat sebagai pemimpin yang merakyat.
Pemilihan Presiden tahun depan akan digelar, nama Jokowi
termasuk dalam daftar nama yang digadang-gadang patut dicalonkan. Beberapa LSM
meramalkan bahwa Jokowi lebih populer ketimbang nama-nama lama yang menghiasi
pagelaran terbesar se-Nusantara itu. Bahkan Jokowi yang merupakan kader PDI-P
mampu mengalahkan Megawati Soekarno Putri yang merupakan pimpinan tertinggi
partai dalam beberapa survei yang telah diadakan oleh sekian LSM.
Beberapa akhir ini, ada sedikit kecaman yang ditujukan
kepada Jokowi perihal dana blusukannya yang dianggarkan 26,6 Miliar pertahun.
Jokowi pun menampik hal itu. Ia membantah bahwa tak ada anggaran sebesar itu
untuk blusukan dan ia blusukan lebih banyak berjalan kaki, sidak ke kantor
kelurahan dan kecamatan.
Reaksi masyarakat pun beragam. Ada yang percaya dan menginginkan
Jokowi untuk menghentikan blusukan, ada pula yang malah mendukung Jokowi untuk
tetap blusukan. Hal ini bukanlah kasus pertama yang dilemparkan atas nama
Jokowi. Sebelumnya Jokowi pernah dihujat oleh Habib Alayidrus, anggota komisi C
DPRD. Wajah masyarakat pun memerah dan memberat. Mereka dengan kompak justru
membalik mencela Habib Alayidrus. Dengan serempak mereka membela Jokowi. Dan menginginkan
Habib Alayidrus dicopot sebagai anggota DPRD DKI Jakarta.
Memang, posisi Jokowi di mata masyarakat sudah amat
melekat. Sikap merakyat dan blusukannya menghadirkan kecintaan kepada
masyarakat yang selama ini gersang akan perhatian dari seorang pemimpin. Saat banjir
melanda Ibu Kota, Jokowi menyempatkan diri menengok mereka yang sedang terapung
di depan rumah dengan tidak tangan kosong. Bagaimana masyarakat tidak cinta
dengan apa yang telah Jokowi lakukan untuk mereka.
Namun kecintaan masyarakat semoga tidak membutakan mata,
hingga menjadikan Jokowi seorang Nabi yang tak mungkin berdosa. Jokowi adalah
manusia biasa yang tak luput dari salah. Apapun yang dilakukan Jokowi pasti ada
nilai plus dan minusnya. Tinggal kita saja yang memperhatikan, apakah tanda
plus lebih banyak dari minusnya atau malah kebalikannya. Bila tanda plus lebih
banyak, mari sama-sama kita dukung dan amini. Namun bila sebaliknya, tak pantas
bila kita tetap diam menutup mata atau pura-pura tak mengerti.
Terlalu cepat bila Jokowi dicalonkan untuk menjadi Capres
tahun depan. Pekerjaan Rumah Jokowi masih menumpuk untuk membenahi Ibu Kota. Sebaiknya
ia fokus bekerja untuk Jakarta. Dan mereka yang berkepentingan atau pun tidak,
janganlah dulu mengiming-imingi Jokowi dengan kedudukan yang lebih tinggi yaitu
Presiden Indonesia.
Jokowi kau bukan Nabi, tapi ucap dan sikapmu selama ini cukup
mengobati derita negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar