Lebih dari
12 tahun beliau mengajar kitab pertama yang dirokemendasikan ulama sejagat raya
untuk dikaji setelah kitab suci, Al-Quran. Dengan istiqamah dan khusyuknya
beliau membaca, menelaah, mengkaji, dan menjelaskan isi kandungan hadis-hadis
Nabi yang tertera di kitab Sahih buah karya Imam Muhammad bin Ismail bin
Mughirah Al-Bukhari di Masjid Al-Azhar. Amat jarang beliau berhalangan, bahkan
bila ada acara yang bertepatan di hari beliau mengajar, beliau menyempatkan hadir
mengisi pelajaran barang 20 hingga 30 menit. Beliau berpegang teguh pada hadis Nabi
yang didokumentasikan Imam Bukhari dan Muslim, “Amalan yang berterusan lebih
dicintai oleh Allah meskipun sedikit.”
Tepatnya 4
tahun yang lalu saat masih terasa hangat suasana Kairo, salah seorang teman mengajak
saya mengaji kitab Sahih Bukhari yang diampu langsung oleh Syekh Yusri Rusydi
Jabr Al-Hasani. Sepintas dan pertama kali melihat wajah beliau, ada cahaya meneduhkan
dan memancar. Saya mengimani itulah asar dari penghambaan beliau kepada Tuhan. Awal-awal
mengaji, rasa kantuk menghujam saya bertubi-tubi. Saya pun terpelanting dan
terbang ke alam mimpi, begitu bangun azan Zuhur berkumandang dan pengajian
segera diakhiri. Belum memiliki kitab dan masih terasa asing dengan bahasa Araba
Amiiyah, jawaban saya ketika diwawancarai teman-teman perihal dengkuran
saya.
Seiring dengan
berjalannya waktu, 3,5 tahun berlalu dan meski cukup sering meliburkan diri,
saya berusaha untuk menghadiri majelis Syekh Yusri Rusydi lantaran selalu ada
pelajaran dan ilmu yang baru di setiap pengajian beliau. Bahkan dalam satu hadis
yang sama, beliau menjelaskan dengan versi dan intisari yang berbeda.
Tiba-tiba
ada keputusan para petinggi Al-Azhar, bahwa sebagian pengajian-pengajian di
masjid Al-Azhar akan dipindahkan ke masjid dan tempat lain guna memperluas risalah
Al-Azhar dan menghidupkan halakah-halakah ilmiyah ulama Al-Azhar di
masjid-masjid yang dulunya aktif menggelar majelis taklim.
Pengajian Sahih
Bukhari Syekh Yusri Rusydi yang berjalan lebih dari 12 tahun pun ikut digeser
di masjid Imam Ahmad Ad-Dardiri yang tak jauh berada di belakang Masjid Al-Azhar.
Sebenarnya para murid beliau keberatan, bahkan direktur pelaksana majelis ilmu
masjid Al-Azhar sudah ancang-ancang akan mengajukan ke atasan surat pengecualian
untuk Syekh Yusri Rusydi agar pengajian beliau tetap di masjid Al-Azhar
lantaran kitab yang dikaji sangat penting dan beliau sudah 12 tahun lebih
istiqamah mengajar kitab tersebut. Tapi Syekh Yusri menolak dan legowo dengan
keputusan itu. Saya melihat sendiri percakapan keduanya sebelum Syekh Yusri
memulai pengajian dan mengumumkan pengajian beliau akan berpindah di masjid
Imam Ahmad As-Dardiri.
Dari situ
saya semakin terkesima oleh akhlak ulama Al-Azhar. Syekh Yusri –meskipun tidak
secara lisan- mengajarkan kepada murid-muridnya sikap legowo akan keputusan
Allah dan rido serta rela apa yang telah dipilihkan Allah untuk kita. Bisa saja
dan sangat bisa bilamana Syekh Yusri meminta langsung pengecualian pengajian
beliau kepada Grand Shaikh Al-Azhar, mengingat hubungan keduanya cukup dekat. Namun
Syekh Yusri bersikap lain dan menerima apa yang telah digariskan.
Terkadang saya
membayangkan, andai saja saya menjadi Syekh Yusri, mungkin saya akan protes dan
marah-marah lantaran perjuangan saya selama lebih dari 12 tahun mengabdi di
Al-Azhar tidak digubris. Bayangkan lebih dari 12 tahun mengajar di masjid yang
menjadi menara ilmu Islam se-dunia lalu dipindahkan ke salah satu masjid kecil
salah seorang wali Mesir. Ya, hal ini memaksa saya membaca lebih jauh tentang
sikap dan akhlak ulama Al-Azhar. Bagaimana sikap dan ucap mereka saling
beriringan bukan berpunggungan. Tata krama, budi pekerti dan mengedepankan hati
menjadi suatu titik yang harus diletakkan di barisan pertama sebelum melangkahkan
kaki.
Banyak suluk
dan pola pikir yang saya dapatkan dari setiap majelis Syekh Yusri. Tidak hanya pelajaran lisan dan tulisan, melainkan juga ilmu yang berupa perbuatan. Mungkin
malam ini menjadi malam terakhir saya mengaji kepada beliau sebelum esok hari
saya pulang ke kampung halaman.
Semoga beliau selalu diberi kesehatan dan
dipanjangkan umurnya dan semoga saya diberi ilmu manfaat dan juga kesempatan untuk
bisa datang lagi ke Mesir yang entah berapa tahun lagi, dan menghadiri majelis
ilmu serta memandang wajah ulama Al-Azhar khususnya Syekh Yusri Rusydi Jabr
Al-Hasani, seorang ulama Rabbani yang sekaligus dokter bedah.
Kairo, 21
September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar