Selepas
salat maghrib tadi, Alhamdulilah saya diberi kesempatan menghadiri pengajian
Fikih Aswaja yang diampu oleh KH. Abdurrahman Nafis di masjid Kemayoran –
Surabaya. Malam ini beliau mengupas bab tentang Wali Songo atau Sembilan wali
yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Begitu lugas dan bayannya beliau
menjelaskan sejarah Wali Songo dan cara berdakwah yang mampu merangkul
masyarakat tanah Jawa kala itu.
Pembahasan pun
bergulir hingga pada Mbah Sunan Kalijaga. Mbah Sunan Kalijaga terkenal dengan
perwayangannya. Beliau amat piawai menjadi dalang. Penduduk Jawa –khususnya Jawa
Tengah- sangat menggandrungi pertunjukkan wayang dan menonton setiap kali ada
pagelaran wayang. Di sinilah Mbah Sunan
Kalijaga sangat brilian dalam menyusupkan sedikit-demi sedikit tentang Islam, di antaranya; Menonton wayang yang digelar Mbah Sunan Kalijaga gratis
tidak dipungut biaya, hanya mengucapkan Kalimat Sodo atau kalimat
syahadat yang berisi pengesaan Tuhan dan pengakuan akan kenabian Baginda
Muhammad. Kalimat Sodo itu diucapkan sesaat sebelum memasuki pintu masuk
yang dinamakan oleh Mbah Sunan Kalijaga dengan sebutan Gapuro. Gapuro
sendiri dari kata bahasa Arab Ghafuran yang berarti Sang Maha
Pengampun. Hal ini dimaksudkan bahwa siapa saja yang menyerukan Kalimat Sodo,
maka ia akan menuju ke Gapuro dan dosa-dosanya akan diampuni.
Kemudian Pak Kyai juga sempat menerangkan bahwa kata Arjuna
itu juga diterjemahkan oleh Mbah Sunan Kalijaga menjadi bahasa Arab yaitu Arju Al-Jannah, saya mendambakan surga.
Ya, saya sangat tertarik dengan ulasan Pak Kyai tentang kata Arjuna.
Sesampai di rumah saya mencari-cari makna kata arjuna.
Arjuna terkenal sebagai tokoh protagonis dalam cerita Mahabarata. Ia dikenal
berparas tampan dan berhati lembut, serta bernurani. Dalam bahasa Sanskerta
sendiri Arjuna berarti “putih”, “bersinar terang”, “jujur”. Intinya semua hal
yang baik ada di diri Arjuna. Maka tak salah Arjuna menjadi tokoh yang paling
diidolakan oleh semua khalayak yang menontonnya, apalagi di salah satu chanel TV saat
ini ada acara khusus yang menyiarkan ketokohan Arjuna.
Saya mencoba untuk
menggabungkan keterangan Pak Kyai yang berupa tafsiran Mbah Sunan Kalijaga
tentang kata Arjuna dengan arti serta ciri-ciri Arjuna dalam dunia pewayangan. Terbesit
di pikiran saya bahwa orang yang mengharap-harapkan surga hendaknya bersifat,
bersikap, dan berucap selayaknya tokoh Arjuna dalam pewayangan. Mungkin ini
yang dikehendaki Mbah Sunan Kalijaga dalam penafsirannya.
Ciri-ciri orang yang akan masuk surga kelak adalah mereka
yang berhati lembut, bernurani, berwajah sumringah, dan terpancar dari wajahnya
cahaya murni bekas wudu, bersujud dan penghambaan kepada Allah bukan karena make
up. Ketika kita telaah dalam kitab-kitab sejarah Nabi atau hadis-hadis yang menggambarkan
tentang berawakan Nabi Muhammad, jelas tanda-tanda itu sangat melekat dalam
diri Nabi dan pula akrab pada diri Sahabat, Tabiin, serta para ulama Rabbani.
Seakan-akan Mbah Sunan Kalijaga ingin mengajarkan kepada
masyarakat tanah Jawa bahwa orang-orang yang seperti Arjuna inilah yang akan
mendiami singgasana surga. Di surga tak akan ada lelaki tua renta, berkulit
hitam, bergigi ompong. Atau orang-orang yang berhati kotor, dengki, dan angkuh –silahkan
dibuktikan pada surat Al-A’raf ayat 50-51, bagaimana kesantunan ahli surga
kepada ahli neraka-. Semua penduduk surga akan tampan dan cantik. Umur mereka
berkisar 33 tahun, di mana setiap orang saat menginjak usia itu di dunia sedang
mengalami masa-masa kematangannya dalam segala hal.
Mungkin secara fisik kita tak persis –sama sekali- dengan
tokoh yang diperankan Arjuna dalam pewayangan, tapi hati, sifat, sikap, dan
ucap kita sangat bisa kita ubah untuk menjadi Arjuna yang rendah hati, berhati
lembut nan suci, bernurani, jujur, sumringah, jauh dari kebencian, hingga
nantinya kita benar-benar menjadi Arjuna di surganya Allah.
Jadi dan carilah Arjuna di dunia, supaya kelak menjadi
dan mendapatkan Arjuna di akhirat. Amin. Ini hanya secuil makna yang terkandung
dari tafsiran Mbah Sunan Kalijaga tentang Arjuna. Tentunya masih banyak rahasia,
filosofi-filosofi Mbah Sunan Kalijaga yang masih belum kita ketahui dalam
penamaan dan penafsiran kata-kata yang beliau jadikan sebagai media dakwah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar