Selasa, 21 Oktober 2014

Arjuna

Selepas salat maghrib tadi, Alhamdulilah saya diberi kesempatan menghadiri pengajian Fikih Aswaja yang diampu oleh KH. Abdurrahman Nafis di masjid Kemayoran – Surabaya. Malam ini beliau mengupas bab tentang Wali Songo atau Sembilan wali yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Begitu lugas dan bayannya beliau menjelaskan sejarah Wali Songo dan cara berdakwah yang mampu merangkul masyarakat tanah Jawa kala itu.

Pembahasan pun bergulir hingga pada Mbah Sunan Kalijaga. Mbah Sunan Kalijaga terkenal dengan perwayangannya. Beliau amat piawai menjadi dalang. Penduduk Jawa –khususnya Jawa Tengah- sangat menggandrungi pertunjukkan wayang dan menonton setiap kali ada pagelaran wayang. Di sinilah Mbah Sunan Kalijaga sangat brilian dalam menyusupkan sedikit-demi sedikit tentang Islam, di antaranya; Menonton wayang yang digelar Mbah Sunan Kalijaga gratis tidak dipungut biaya, hanya mengucapkan Kalimat Sodo atau kalimat syahadat yang berisi pengesaan Tuhan dan pengakuan akan kenabian Baginda Muhammad. Kalimat Sodo itu diucapkan sesaat sebelum memasuki pintu masuk yang dinamakan oleh Mbah Sunan Kalijaga dengan sebutan Gapuro. Gapuro sendiri dari kata bahasa Arab Ghafuran yang berarti Sang Maha Pengampun. Hal ini dimaksudkan bahwa siapa saja yang menyerukan Kalimat Sodo, maka ia akan menuju ke Gapuro dan dosa-dosanya akan diampuni.

Kemudian Pak Kyai juga sempat menerangkan bahwa kata Arjuna itu juga diterjemahkan oleh Mbah Sunan Kalijaga menjadi bahasa Arab yaitu  Arju Al-Jannah, saya mendambakan surga. Ya, saya sangat tertarik dengan ulasan Pak Kyai tentang kata Arjuna.

Sesampai di rumah saya mencari-cari makna kata arjuna. Arjuna terkenal sebagai tokoh protagonis dalam cerita Mahabarata. Ia dikenal berparas tampan dan berhati lembut, serta bernurani. Dalam bahasa Sanskerta sendiri Arjuna berarti “putih”, “bersinar terang”, “jujur”. Intinya semua hal yang baik ada di diri Arjuna. Maka tak salah Arjuna menjadi tokoh yang paling diidolakan oleh semua khalayak yang menontonnya, apalagi di salah satu chanel TV saat ini ada acara khusus yang menyiarkan ketokohan Arjuna.

Saya  mencoba untuk menggabungkan keterangan Pak Kyai yang berupa tafsiran Mbah Sunan Kalijaga tentang kata Arjuna dengan arti serta ciri-ciri Arjuna dalam dunia pewayangan. Terbesit di pikiran saya bahwa orang yang mengharap-harapkan surga hendaknya bersifat, bersikap, dan berucap selayaknya tokoh Arjuna dalam pewayangan. Mungkin ini yang dikehendaki Mbah Sunan Kalijaga dalam penafsirannya.

Ciri-ciri orang yang akan masuk surga kelak adalah mereka yang berhati lembut, bernurani, berwajah sumringah, dan terpancar dari wajahnya cahaya murni bekas wudu, bersujud dan penghambaan kepada Allah bukan karena make up. Ketika kita telaah dalam kitab-kitab sejarah Nabi atau hadis-hadis yang menggambarkan tentang berawakan Nabi Muhammad, jelas tanda-tanda itu sangat melekat dalam diri Nabi dan pula akrab pada diri Sahabat, Tabiin, serta para ulama Rabbani.

Seakan-akan Mbah Sunan Kalijaga ingin mengajarkan kepada masyarakat tanah Jawa bahwa orang-orang yang seperti Arjuna inilah yang akan mendiami singgasana surga. Di surga tak akan ada lelaki tua renta, berkulit hitam, bergigi ompong. Atau orang-orang yang berhati kotor, dengki, dan angkuh –silahkan dibuktikan pada surat Al-A’raf ayat 50-51, bagaimana kesantunan ahli surga kepada ahli neraka-. Semua penduduk surga akan tampan dan cantik. Umur mereka berkisar 33 tahun, di mana setiap orang saat menginjak usia itu di dunia sedang mengalami masa-masa kematangannya dalam segala hal.

Mungkin secara fisik kita tak persis –sama sekali- dengan tokoh yang diperankan Arjuna dalam pewayangan, tapi hati, sifat, sikap, dan ucap kita sangat bisa kita ubah untuk menjadi Arjuna yang rendah hati, berhati lembut nan suci, bernurani, jujur, sumringah, jauh dari kebencian, hingga nantinya kita benar-benar menjadi Arjuna di surganya Allah.


Jadi dan carilah Arjuna di dunia, supaya kelak menjadi dan mendapatkan Arjuna di akhirat. Amin. Ini hanya secuil makna yang terkandung dari tafsiran Mbah Sunan Kalijaga tentang Arjuna. Tentunya masih banyak rahasia, filosofi-filosofi Mbah Sunan Kalijaga yang masih belum kita ketahui dalam penamaan dan penafsiran kata-kata yang beliau jadikan sebagai media dakwah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar