Sabtu, 06 September 2014

Tirakat Seorang Ibu

Semenjak di pesantren dan diajari tata krama -khususnya kepada orang tua-, saya sangat mengimani kekuatan doa seorang ibu. Ketika Ibu mengatakan IYA, saya sebisa mungkin mengikuti keiyaan Ibu saya kecuali satu, kuliah di Al-Azhar Kairo-Mesir. Sewaktu saya menyodorkan lembaran persyaratan tes dan kuliah di Al-Azhar Kairo, Ibu langsung menolak dengan alasan tak punya biaya -karena saya saat itu ikut tes jalur non beasiswa-.

Saya berusaha menampik kekhawatiran Ibu dan Bapak kala itu. Saya tegaskan bahwa Sang Maha Kaya bukanlah Ibu dan Bapak tapi Allah. Saya minta rido keduanya untuk ikut tes dan minta didoakan dan ditirakati. Setelah tes dan jika saya dinyatakankan lulus, saya berjanji akan mencari uang sendiri yang kala itu sekitar Rp. 18.000.000. yang harus dilunasi.

Doa dan tirakat Ibu terkabul, saya lulus tes. Bapak menangis dan menyuruh saya mencari uang pinjaman ke Bank yang nantinya sesampai saya di Kairo, Bapak akan cicil beserta bunganya. Ibu terkesan sedikit tenang, namun bisa dipastikan hatinya gusar bukan kepalang.

Saya tak menoleh sedikit pun usulan Bapak, lagi-lagi saya minta doa dan tirakat Ibu supaya urusan keuangan saya untuk kuliah di Mesir tercukupi. Lagi-lagi doa Ibu terijabahi, segala biaya terpenuhi melewati tangan para dermawan. Saya pun terbang ke negeri Piramid.

Oh iya, usai bisnis besi tua dan bahan bangunan Bapak bangkrut, entah mengapa Bapak tak bisa menemukan lapangan pekerjaan. Bapak menganggur. Pernah menjadi sopir, tapi jadwal salat Bapak harus diatur-atur. Terakhir Bapak menjadi buruh di pabrik pupuk yang kerjanya tak pasti, terkadang dua minggu kerja, dua minggu libur. Usaha Bapak mencari pekerjaan ke mana-mana tak juga membuahkan hasil.

***

Tiga hari sampai di Kairo, saya jualan pulsa lantaran Bapak sudah pesan jauh-jauh hari, Sesampai di Kairo bekerjalah agar biaya hidupmu terpenuhi. Bapak dan Ibu hanya bisa mengirimimu doa dan tirakat.Bapak tidak mampu mengirim uang.

Dua minggu di Kairo, tiba-tiba saya bersama teman-teman saya ndelalah dimasukkan asrama dan langsung diberi beasiswa bulan itu juga oleh Grand Shaikh Al-Azhar

Kala mengabari berita gembira itu, Ibu saya menangis dengan senggukan yang entah tepatnya ditafsirkan Apa? Gembira, haru, senang, sedih, atau semua itu pas mengartikan senggukan tangis Ibu yang memecah.Terima kasih, Ya Allah. Doa Ibumu terkabulkan, Nak.Alhamdulillah, Ibu tak terlalu gelisah sekarang dengan biaya hidupmu di Mesir.ucapnya.

***

10 bulan menggeluti diktat kuliah yang berbahasa Arab dan berharakat, serta menghadiri majelis ilmu Syekh-syekh membuat saya pusing dan menguras otak lantaran tak terbiasa membaca buku dengan model yang seperti itu.

Salah satu baterai untuk mengisi semangat adalah menelepon keluarga di Indonesia. Sudah hampir dua bulan tak ada kabar.Telinga saya seakan ditusuk tombak berkali-kali tatkala Mbakyu mengabari bahwa Bapak sakit semenjak dua bulan. Bapak terkena stroke dan semakin akrab dengan rumah sakit, dokter, dan obat-obatan. Satu lagi kursi roda.Pantas saja dua bulan tak ada kabar.

Saya meminta restu, doa, dan tirakat Ibu untuk bekerja guna ikut meringankan biaya obat Bapak dan SPP Adik. Saya pun bekerja di warung Indonesia, jualan madu, tempe, dan menjadi cleaning service di KBRI.Meski mengganggu kuliah dan ujian, lagi-lagi doa dan tirakat Ibu murajab. Saya selalu naik ke tingkat selanjutnya.

Setiap ujian saya selalu mengabari Ibu, meminta dipuasai di hari-hari ujian saya, dihadiahi khatmil Al-Quran setidaknya  dua kali, dan didoakan setiap sepertiga malam. Dengan sabar dan istiqamahnya, Ibu selalu melakukan rangkaian tirakat untuk anak-anaknya. Alhamdulillah, saya berhasil lulus dan menyelesaikan studi S1 saya tepat 4 tahun, walapun harus terseok-seok dalam memahami teks diktat kuliah dan keterangan dosen, apalagi jurusan saya termasuk yang tidak bisa dianggap mudah karena harus menghafalkan nama, sejarah hidup sahabat dan ulama, dll.

Untuk kesekian kalinya doa dan tirakat Ibu dikabulkan oleh Allah. Hingga akhirnya saya berpikir kesuksesan saya bukanlah karena kegigihan atau usaha saya, tapi di balik saya ada seorang Ibu yang rajin dan sabar berdoa, tirakat, dan menangis dalam sujud malamnya.

Saya rasa tak ada seorang anak yang gagal di dunia ini bila ia mau berusaha dan dibantu untaian doa seorang ibu yang begitu tulus.
Bila kita telisik sejarah orang-orang sukses, pasti kita akan temukan bahwa ibu-ibu mereka bukanlah wanita biasa yang berleha-leha menikmati kesuksesan anak-anaknya, melainkan berdoa, bertirakat dan bermunajat demi kesuksesan anak-anaknya.

Di situlah kita akan merasakan kesucian seorang ibu yang benar-benar nyata dan kita rasakan.Hormat dan takzim saya teruntuk Ibu saya tercinta dan ibu-ibu lain yang tak henti-hentinya membasahi bibir meeka dengan berbagai doa untuk anak-anaknya. Untuk ibu dari anak-anak saya kelak, semoga bisa meniru dan menjadi seperti Ibu saya. Amin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar