Ikhwanul Muslimin (IM)
selama ini mengeklaim dirinya sebagai organisasi pembela Islam yang
menggembar-gemborkan penerapan syariat Islam. Tentu bila memang benar ini
adanya, berarti IM adalah kelompok yang disayang oleh Allah. Karena Allah
menguji hamba-hambanya yang paling dicintai-Nya. Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan Imam Tirmizi, Rasulullah SAW. bersabda,“….Sesungguhnya jika
Allah mencintai sesuatu kaum maka Allah akan mengujinya. Barang siapa yang rela
(akan ujian itu), maka Allah pun akan rido (kepadanya). Namun barang siapa yang
memberontak (akan ujian itu), maka Allah pun akan benci (kepadanya).”
Namun agaknya hadis di
atas lepas dari ingatan para ‘pengusung’ syariat Islam ini. Mereka mengaku
membela agama Allah tapi mereka melupakan datangnya ujian dari
Allah. Mereka tetap mengeyel untuk dikembalikannya Morsi pada jabatannya.
Mereka emoh akan pemerintahan Mesir saat ini. Mereka terus melaknat,
mengecam dan mengutuk orang-orang yang ikut serta dan mendukung dalam keputusan
3 Juli 2013. Pemuda-pemudi IM terus berdemo di universitas-universitas dengan
mencorat-coret dinding kampus dengan kata-kata ini dan itu. Menolak kegiatan
belajar-mengajar hingga keinginan mereka dikabulkan.
Sebuah hadis Qudsi dengan tegas mengingatkan hamba Allah yang tak mau menerima takdir yang telah ditentukan, “Barang siapa yang enggan menerima ketetapan-Ku dan tak bersabar atas cobaan-Ku, hendaknya ia mencari Tuhan selain-Ku.” (HR: Tabrani) Tak hanya Imam Tabrani, Imam Baihaqi juga memperkuat hadis tersebut dengan makna yang sama dan lafal yang hampir mirip.
Kalau saya boleh
menganalogikan hadis tersebut, bisa saja Pemerintah Mesir mengeluarkan
ketentuan “Barang siapa yang tidak menerima keputusan Revolusi 30 Juni,
silahkan cari kewarganegaraan selain Mesir.” Bisa juga Al-Azhar mengeluarkan
keputusan “Barang siapa yang tidak sependapat dengan Al-Azhar, hendaknya ia
kuliah di universitas lain.” Tapi sepertinya menyamakan matan hadis Qudsi
dengan ketentuan Pemerintah dan keputusan Al-Azhar yang saya angan-angankan
itu, rasanya terlalu jahat, geram dan tidak tepat. Tak perlu ‘fatwa’ semacam
itu dikeluarkan.
Atau jangan-jangan mereka
lupa atau sengaja amnesia akan sejarah Rasulullah. Kalau mereka mengaku membela
syariat Islam ‘dengan cara mereka’, Rasulullah pun membela agama Allah ‘dengan
cara Allah’ sejak 1400 tahun silam. Dan beliau menerima takdir Allah atas
terbunuhnya kurang lebih 70 kaum muslimin di peperangan Uhud. Beliau lantas
tidak marah akan peristiwa itu. Beliau tidak kesal pada gunung Uhud dengan
mencorat-coret, umpamanya “Khalid bin Walid adalah Pembunuh” atau “Abdullah bin
Ubai bin Salul, Seorang Pengkhianat”. Justru proklamasi beliau tentang gunung Uhud
diabadikan oleh Imam Bukhari-Muslim dalam kitab Sahih, “Uhud adalah
gunung yang mencintai kita dan kita mencintainya.” Dan tak berlebihan
bilamana ada salah seorang ulama yang menorehkan tinta emas dalam salah satu bab di kitabnya dengan judul “Gunung
Uhud Radliya Allahu anhu”.
Mungkin
saudara-saudara kita pengikut IM ini salah persepsi dalam mengartikan dan
membela Islam. Islam lebih tepatnya dikatakan sebagai agama Allah bukan agama
kita. Sebab dalam memeluk agama Islam, kita sebagai Muslim sudah barang tentu
menjalani prosedur-prosedur agama sesuai yang telah digariskan oleh Allah.
Namun bila kita menyebut Islam sebagai agama kita, maka yang ada malah kita
seenaknya berbuat apa saja yang kita hendaki dengan mengatasnamakan Islam.
Bila kita membela Islam,
tentu kita harus ingat bahwa Islam adalah agama Allah dan kita membelanya
dengan cara yang direstui oleh Allah pula, sebab Islam adalah agama Allah. Tapi
bila kita memposisikan Islam sebagai agama kita, maka kita akan membela Islam
dengan cara yang kita hendaki meskipun dengan kekerasan dan menghilangkan
norma-norma kemanusiaan yang Allah sendiri sejatinya meluhurkannya. Oleh
karenanya, ada sebuah perbedaan bila kita mengatakan Islam sebagai agama Allah
dengan Islam adalah agama kita.
Jika para pengikut IM
benar-benar menganggap Allah sebagai Tuhan mereka dan Nabi Muhammad sebagai
Rasul mereka dan benar-benar membela agama Allah dan syariat yang dibawa
Rasulullah, tentunya mereka akan bisa sedikit lebih bijak dalam merespon
pemakzulan presiden mereka, Dr. Mohammed Morsi sejak empat bulan lalu. Atau
jangan-jangan pengakuan mereka selama ini hanya pencitraan dan pembungkus saja,
lantaran Allah dan Rasulullah sudah memberikan pengertian dan contoh kepada
mereka akan cara menjalani kesulitan hidup ini, tapi mereka justru menentang
dan menolak cara yang Allah dan Rasulullah ajarkan? Sepertinya perlu dikaji
ulang dasar, niat, dan prinsip hidup mereka dalam beragama.
Kairo, 30 Oktober 2013
lantas ketika dtangnnya ujian....kita trina saja tanpa ada usaha untuk.menyelesaikaannya....?
BalasHapusapa lagi ketika.kita twlisik yg memimpin setwlah murai adalah orang2 liberal yg noyabennya tidak menegakkan.syari'at....terlepas dri.ikhwanul muslimin atau apalah...setidaknya presiden.mursi membawa.prubahan pada mesir....membuka jalur gaza..dll...sedangkan kalau liberal yg mimpin....bgaimana...?
bukankah menghindari kemudharatan lbh utama....
bukankan.kita hrus menperjuangkan.agama ini....tentu mrubah tdk.lngaung semuanya....
nah betsabar disini saya rasa bukan.menerima saja...namun sabar menghadapi ujian dan berusaha mncari jalannya.....
*maaf berpendapar...saya hanya orang.yg sedang belajar...
iya tapi usaha mencari jalan keluar Ikhwanul Muslimin saya rasa salah dan tidak sesuai syariat Islam yang selama ini mereka dengungkan.
Hapus