![]() |
Almarhum Ustaz Jefri Al-Bukhari |
Banyak masyarakat -khususnya yang mengerti
agama- menerka bahwasannya para dai/ustaz televisi hanyalah manis di bibir
belaka, dakwah mereka hanya berbekal wajah 'oke', dan penampilan menarik, namun apa yang disampaikan cuma sampai
kerongkongan saja. Jujur, saya kurang sependapat dengan dugaan ini. Tak ada
manusia yang dibebani untuk menilai hubungan pribadi seseorang dengan Allah.
Niat misalnya, tak satu pun manusia yang mengetahui satu-persatu niat seseorang
dalam melakukan kebaikan. Niat bermula dan berakhir di hati dan urusan hati
hanya Tuhan yang mengerti dan memahami.
Ketika di depan manusia, yang ternilai dari
kita hanyalah paras, sikap, dan budi pekerti. Adapun di depan Allah, kita tak
akan mampu menutupi diri. Terlepas dari niat dan tujuan para dai/ustaz televisi
yang hal itu bukan otoritas kita sebagai manusia biasa, masyarakat sangat
membutuhkan arahan, wejangan, dan nasehat beliau-beliau di layar kaca. Sebab
kemajemukan aktivitas setiap orang berbeda dan tak mungkin mengumpulkan seluruh
anak cucu Adam di satu tempat dan satu waktu kecuali kelak di padang mahsyar.
Para dai/ustaz juga manusia biasa yang bisa
salah dan lupa. Tak adil rasanya jika kita mengumbar setitik kesalahan dan
memendam luapan kebenaran. Sebab manusia diajarkan untuk menebarkan seluruh
kebaikan dan mengubur segala kejelekan, termasuk amal orang lain.
Orang bijak berkata, "Ambillah sebuah
hikmah meski hikmah itu keluar dari gonggongan anjing." Agama -Islam- tak
membatasi kita mengambil manfaat dari sebagian golongan yang berkriteria
"A". Dan tidak mendesak kita untuk mengkultuskan kelompok
"B". Namun mengajarkan kita untuk selalu berbaik sangka.
Dalam salah satu firman Allah, disebutkan
bahwa; "Sejatinya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan
beramal saleh serta saling memberikan nasehat satu sama lain dalam hal
kebenaran dan kesabaran." (Al-Ashr: 2-3)
Jika kita tadaburi, ayat tersebut berpesan
kepada kita semua dengan kata "saling menasehati", yang berarti
setiap dari kita memang bisa salah. Oleh karenanya kita diperintah untuk saling
membenarkan. Namun tentunya, pembenaran itu dengan sikap yang bijak dan sabar,
seperti keterangan ayat selanjutnya. Tidak dengan menghasut, dan membangkitkan
kebencian dan kemarahan kepada seseorang yang berbuat salah.
Dakwah tak terbatasi oleh tempat, waktu, dan
media. Selama tempat, waktu dan media itu patut dan tidak merugikan yang lain,
dakwah dengan apapun sah-sah saja. Asalkan, dakwah dan seorang dai mencukupi
dan mematuhi undang-undang agama yang telah digariskan.
Meskipun setiap insan mendapatkan hak dan
kewajiban dalam berdakwah, tapi tidak serta-merta seluruh lisan melantangkan
suara hingga tak ada telinga yang sibuk mendengar.
Mencari ilmu dan menyampaikannya kepada orang
lain serupa dengan makan dan buang air. Jika kita terus-menerus mencari ilmu
dan tak mau membaginya kepada orang lain, maka akan terjadi pengendapan dan kita
tak ubahnya seperti pohon yang kokoh namun meranggas, tak ada satu ranting pun
yang berbuah. Begitu juga bila kita selalu menebarkan ilmu tapi lupa mencari
ilmu, yang akan terjadi adalah lesu, kurus, dan tak berbobot sebab pengeluaran
lebih banyak dari pemasukan.
Hari ini (26/4), di tengah carut-marutnya
keadaan negeri kita, Indonesia berkabung atas wafatnya seorang dai muda yang
akrab dengan para kaum remaja. Ustaz Jefri Al-Bukhari. Beliau wafat tadi malam
sebab kecelakaan tunggal selepas menghadiri acara yang dipersiapkan untuk
meramaikan bulan Ramadlan.
Semoga amal baiknya diterima di sisi Allah.
Dan dakwah Islam di Indonesia selalu hidup, menyebar, dan menyeluruh serta tak
terpaku oleh beberapa figur saja.
Kairo, 26 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar