Minggu, 30 Juni 2013

Saatnya Maling Teriak Maling

Kalau kita buka al-Quran pada lembar terakhir surat al-Baqarah, kita akan menemukan di bagian atas ayat yang membincang tentang amanat. Amanat terhadap barang atau utang-piutang. Juga di ayat tersebut kita dilarang untuk menyembunyikan kesaksian sebab hanya orang yang berhati kotor (berdosa) yang sengaja menutupi kenyataan yang sesugguhnya. Padahal Tuhan yang kita imani adalah sang maha mengetahui atas apapun yang ada di bumi dan di langit.

Dalam hadis Nabi, kesaksian palsu yang tak sesuai dengan realita termasuk dari jejeran dosa besar yang untuk menebusnya hanya dengan satu cara yaitu bertaubat dengan sebenarnya.

Dua hal tersebut kini telah menjadi sebuah kelumrahan untuk dilakukan, meskipun rambu-rambu agama telah menyalakan lampu merahnya setiap saat. Menyembunyikan kesaksian dan memberikan kesaksian palsu agaknya ada sedikit kemiripan. Menyembunyikan kesaksian berarti menutupi sebuah kesalahan atau kejahatan. Memberikan kesaksian palsu juga membungkus sebuah kesalahan dan kejahatan pula, kalau toh hal yang disembunyikan tersebut terbukti sebuah kesalahan atau kejahatan. Begitu juga sebaliknya, menyembunyikan kesaksian juga bermakna mengubur kebenaran atau kebaikan. Dan memberikan kesaksian palsu seperti memendam kebenaran dan kebaikan, jika hal itu terbukti sebuah kebenaran atau kejahatan.

Dua hal tersebut amatlah erat kaitannya dengan dunia hukum di mana saja. Di Indonesia hukum sudah menjadi milik pribadi. Siapa yang mempunyai uang, dialah yang berhak diperlakukan spesial. Siapa yang melarat, dialah ladang untuk pencitraan amanat. Mungin Tuhan akan sedikit tersenyum sembari menjeling melihat fenomena ini. Mereka benar-benar dimabuk dunia sehingga lupa bahwa Tuhan maha melihat segalanya.

Kasus yang jamak kita ketahui dan tak pernah luput dari goresan tinta sejarah Indonesia adalah kasus korupsi yang menyangkut kader-kader Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.

Beberapa kader Partai Demokrat terjerat kasus korupsi proyek Hambalang dan wisma atlet. Proyek yang tak kunjung selesai ini dijadikan dana pemasukan bagi beberapa kader Partai Demokrat (PD). Adalah Nazaruddin, kasus ini bermula. Setelah beberapa hari ia melarikan diri ke luar negeri, akhirnya ia bisa dipulangkan dan diproses oleh pihak yang berwajib. Setelah dinyatakan bersalah, ia tak semerta-merta menutupi kejahatan yang menjerumuskannya ke dalam jeruji besi. Ia menyalak dengan menyebut nama-nama rekannya yang juga ikutserta menelan uang negara.

Kesaksian Nazaruddin yang terkesan vulgar bisa menjadi sebuah bomerang baginya, bila kesaksian itu tak terbukti. Namun rupanya, Nazaruddin bukan hanya mengumbar isu. Beberapa saat setelah itu KPK menetapkan Angelina Sondakh sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Menyusul kemudian Andi Malarangeng yang berhasil ditangani oleh KPK pada tanggal 3 Desember 2012. Dua bulan berikutnya (22/2) Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum harus melambaikan tangan kepada keluarga dan rekan-rekannya.

Dalam konteks di atas, Nazar tidak termasuk orang yang menyembunyikan kesaksian juga bukan pula mengumbar kesaksian palsu. Walaupun demikian, amat disayangkan apabila partai yang berkuasa di negeri kita ini semena-mena mengantongi uang negara layaknya preman pasar yang semua awak pasar berada di genggamannya.

Sama tapi berbeda dengan kasus Partai Demokrat, kini kita dibingungkan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai yang membawa visi dakwah Islam ini akhir-akhir ini sangat santer dibicarakan. Awalnya Ahmad Fathonah ditangkap KPK pada 29 Januari 2013 di hotel Le Meridien dengan seorang mahasiswi cantik yang bernama Maharani. Tak lama setelah itu, Presiden PKS, Luthfi Hasan, digadang-gadang juga terkait dengan Ahmad Fathonah dalam kasus suap impor daging sapi.

Namun sepertinya KPK harus berjalan jinjit dalam mengembangkan kasus ini, melihat Ahmad Fathonah juga bungkam dan enggan menyebut nama-nama kader PKS yang juga mungkin ada yang kaitannya dengan kasus tersebut. Terakhir, anak Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin, yang bernama Ridwan Hakim juga diduga mempunyai hubungan ‘khusus’ dengan Ahmad Fathonah.

Ada beberapa spekulasi mengapa Ahmad Fathonah tak seperti Nazaruddin. Mungkin ia tak mau memberikan kesaksian palsu. Mungkin tak ada lagi kader atau kawan dari PKS yang ikutserta dalam kasus tersebut. Atau malah ia sengaja menutupi dan menyimpan nama-nama ‘maling untuk sekedar menjaga sebuah nama partai atau golongan. Hanya dia dan Tuhan yang tahu.

Semestinya di zaman yang tak bisa dipersalahkan ini, maling juga tak malu dan segan teriak maling lain. Lebih-lebih kalau dia sudah mendengkur di dalam sel tahanan. Apabila seorang maling, menyembunyikan temannya sesama maling, maka niscaya semakin merebak dan menyeruak kejahatan yang dilakukan oleh maling-maling lain baik yang senior maupun yang junior.

Penegak hukum harus berhati-hati dalam menjatuhkan sangka, duga dan dakwa terhadap siapa pun. Namun siapa pun harus legowo dan mau mengakui, apabila bukti-bukti mengatakan bahwa ia bersalah dan harus menerima mendekam di penjara.

Ya, untuk menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, saatnya maling teriak maling dan kalau perlu, sudah waktunya juga maling memekik “polisi juga maling” bilamana kenyataannya memang demikian.

Semoga bagsa kita tidak gampang menyimpan kesaksian dan pula tidak mudah memberikan kesaksian palsu. Demi kemajuan bangsa dan menjunjung budi pekerti, mari saling membuktikan bukan saling mengumbar dugaan.



Telah dipost oleh : http://www.mosleminfo.com/opini/saatnya-maling-teriak-maling/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar