Minggu, 25 November 2012

Lumbung Padi di Tengah Persawahan Al-Azhar


Panas…Matahari Kairo menyengat seakan-akan murka dengan kelaliman manusia, membakar mereka yang terperosot dalam kubangan semu setan. Aku pun merasa ikut terbakar olehnya, berbeda dengan para ahli ilmu dan ibadah yang selalu terlihat teduh, kalem dan enak dipandang meskipun keringat bercucuran dari kening mereka.

Aku putuskan untuk keluar asrama sore ini bersama 2 orang temanku. Kami berjalan di bawah terik sang surya yang amat berbeda tatkala musim dingin. Justru di sore hari puncak sengatan matahari amat terasa. Pintu stasiun Metro di depan mata, kami mempercepat langkah agar bisa menghirup udara segar AC dalam stasiun. Abdouh Basya - El-Geish - Bab Elsha’riyya – Attaba -  M. Nagieb – Sadat – Opera itulah stasiun-stasiun yang harus kami lewati. Tak lama berada di tempat tujuan, kami langsung bertolak pulang mengharap bisa menghadiri pengajian Nisfu Sha’ban di masjid megah Ar-Rahman Ar-Rahim.

Allahu Akbar…Allahu Akbar, suara muadzin melengking mengumandangkan adzan maghrib sedangkan aku bersama teman-teman baru melangkahkan kaki keluar kamar. Masjid yang kami tuju tidak seberapa jauh dari asrama. Dengan hanya 10 menit berjalan kaki, sampailah kami di masjid yang dieluh-eluhkan masyarakat Mesir dan pelajar Al-Azhar ketika ramadhan musim panas. Masjid yang berhiaskan ornament kontemporer, beralaskan karpet merah empuk, berudara sejuk full AC, begemerlap lampu indah bak istana.

Sesampainya di masjid, sholat jama’ah telah usai. Para hadirin telah duduk rapi dan siap mendengarkan ayat suci pembuka pengajian malam ini. Aku memaksakan diri maju mengimami teman-temanku dengan anggapan semua orang mesir telah menunaikan kewajiban sholat mereka. Tiga rakaat telah rampung, ku ucapkan salam seraya menengok ke kanan lalu ke kiri. Astaghfirulloh, aku masih belum percaya apakah orang Mesir berpakaian rapi yang ikut sholat berjamaah disisi kiriku adalah Rektor Universitas Al-Azhar? Ku ulang-ulang kalimat istighfar. Aku lirik temanku sekedar meyakinkan apakah benar itu Orang nomer satu di Universitas tertua islam setelah Grand Syekh? Ternyata benar. Aku cium tangan beliau seraya mengucap salam. Beliau senyum menjawab salam lalu menepuk pelan bahuku.

Astaghfirulloh, aku merasa dosa menjadi imam tatkala itu. Bagaimana tidak, seorang Rektor Universitas Al-Azhar sekelas Syekh Osamah Abd dengan ilmu yang tak perlu diragukan lagi sudi bermakmum kepada mahasiswanya yang baru tingkat dua. Ku tengadahkan tanganku berdoa agar diterima sholat yang aku pimpin dengan kekhusyukan beliau. Karena dalam sholat berjama’ah kekhusyukan makmum mampu menggantikan kekhusyukan imam.

Hal seperti inilah yang nadir aku temukan di Indonesia. Ulama Al-Azhar terkenal dengan kesederhanaan dan kerendahan hati mereka. Tak ada secuil pun kesombongan dan gengsi di hati mereka. Bersikap tawadhu’ kapan pun, dimana pun dan bersama siapa pun. Inilah pelajaran berarti buatku di malam Nisfu Sya’ban. Bukan sebuah kebanggaan mengimami Rektor dengan secara kebetulan, namun kerendahan hati dan ketawadhuan beliau lah yang membuatku semakin yakin dan mantab dengan para Ulama Al-Azhar. Ulama yang benar-benar ulama. Ulama yang telah dituturkan oleh Baginda Nabi SAW 1400 tahun silam, ulama yang ketika dipandang wajahnya mengingatkan kita kepada Allah SWT, ulama yang benar-benar alim dan abid.

Benar-benar terlukis di diri mereka filosofi padi, semakin berisi semakin merunduk. Mereka lah ladang padi di tengah persawahan Al-Azhar. Ketinggian ilmu mereka terbungkus ketawadhuan yang luhur. Sebuah gambaran pewaris para Nabi yang sempurna. Jika mustahil aku menyamai ilmu mereka, paling tidak aku harus bisa meniru kerendahan hati dan ketawadhuan mereka.

Tak berlebihan Syekh Umar Hashim selalu mengulang-ulang perkataan Ulama-ulama besar ,” Barang siapa yang belum bertandang ke Mesir, maka ia belum merasakan kedalaman ilmu yang hakiki karena di Mesir terdapat Al-Azhar pusat dan kiblat keilmuan islam.”

Untuk kesekian kalinya, Allah menasehatiku dengan ayatNya,
                                                 “Lalu nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?.”



Kairo, Malam Nisfu Sya’ban 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar