Minggu, 06 Juli 2014

Surat Terbuka untuk Kita Semua

Google.com
Pemilu Pilpres 2014 kali ini cukup berbeda dengan Pemilu Pilpres tahun-tahun yang lalu. Berbagai ‘surat terbuka’ tercipta berhamburan bak jamur di beragam media. Sebut saja Tasniem Fauziyah, putri Amien Rais, yang menulis surat teruntuk Gubernur Jakarta yang sedang mencalonkan diri sebagai Presiden Indonesia. Setelah Tasniem, muncul surat-surat terbuka lain yang intinya bertujuan untuk saling mengejek dan mengajak memilih salah satu capres-cawapres tertentu.

Bukan bermaksud membeo, meskipun sebagai rakyat biasa entah mengapa rasanya saya kok juga ingin menulis ‘surat terbuka’ tapi bukan bertujuan seperti ‘surat terbuka’ yang sudah-sudah. Dan ‘surat terbuka’ ini saya tujukan untuk masyarakat Indonesia dalam Pilpres 2014.

Surat Terbuka untuk Kita Semua

Yth. Seluruh rakyat Indonesia yang memiliki hak suara di Pilpres 2014
Di Sabang sampai Merauke dan di luar Indonesia

Salam sejahtera. Semoga Tuhan selalu memberikan kita kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita tetap bisa memperhatikan dan mengamati, serta ikut dalam menentukan nasib bangsa kita, Indonesia. Indonesia adalah bangsa besar, bangsa kaya, bangsa luhur, bangsa mulia, bangsa sopan dan santun, bangsa yang menjunjung tinggi keberagaman, bangsa yang terdiri dari berbagai unsur suku dan budaya, bangsa yang berdiri di atas ribuan pulau, bangsa yang lahir dari jerih payah persatuan, bangsa yang dirintis oleh pahlawan-pahlawan yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda, bangsa yang dengan bangga mengumandangkan Bhineka Tunggal Ika.

Saudara-saudaraku baik yang sudah memilih atau yang akan memilih Presiden Indonesia. Perlu kita sadari, bahwa Pemilu Pilpres adalah suatu momentum untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Calon-calon yang sudah/akan kita pilih adalah putra-putra terbaik bangsa lantaran mereka telah diseleksi dengan ketat oleh pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini. Oleh karenanya, tidaklah santun rasanya bila kita masih saja mempersoalkan hal-hal kepribadian masing-masing calon. Bila kita mengkritisi visi-misi, langkah, atau jawaban mereka di debat tidaklah mengapa karena sejatinya dengan melihat itulah kita memilih, bukan dengan hal-hal yang masih dalam dugaan.

Saudara-saudaraku, mendukung, mencintai, serta memilih salah satu calon adalah hak kita masing-masing. Namun hak kita tentu terbatasi oleh hak orang lain. Tak elok rasanya bila kita mendukung, mencintai, dan memilih capres-cawapres tertentu tapi kita melukai hak-hak orang lain yang mendukung, mencintai dan memilih capres-cawapres lain. Pemilu Pilpres adalah kesempatan membawa Indonesia bangkit dan hebat. Dan Indonesia tak akan bisa bangkit dan hebat bila kita bercerai-berai, saling menghujat, mengutuk, merendahkan, dan tidak percaya satu sama lain.

Pendukung capres-cawapres A menggebu-gebu membela pilihannya, sedang pendukung capres-cawapres B mati-matian menjaga ‘kesucian’ pilihannya. Memang, setiap pendukung berhak atau berkewajiban mendukung dan membela dengan caranya masing-masing. Namun tidakkah kita ini bangsa yang santun yang sudah sepantasnya membela dengan sikap dan ucap yang santun pula?  

Saudara-saudaraku, bila kita dengan semangat merendahkan capres-cawapres A misalnya, lalu capres-cawapres A terpilih sebagai RI 1-2 dan bisa mewujudkan cita-cita rakyat Indonesia dengan menjadikan bangsa kita lebih maju, lebih baik, dan lebih makmur, alangkah malunya kita dengan rentetan cemoohan kita kepada capres-cawapres A tersebut? Begitu juga sebaliknya, jika kita membabibuta membela dan memamerkan kelebihan capres-cawapres B, lalu capres-cawapres B menjadi RI 1-2 dan ternyata tak bisa merealisasikan visi-misi serta apa yang telah dijanjikan, betapa malu dan prihatinnya kita dengan kereta sanjungan dan pujian kita kepada capres-cawapres B.

Saudara-saudaraku, sikap fanatisme tidaklah baik. Kapanpun dan di manapun itu. Fanatisme yang berlebihan akan menjadikan kita buta akan kebenaran, tuli akan saran dan masukan. Fanatisme juga akan menggerus persatuan dan rasa persaudaraan kita. Dulu, para pendiri bangsa ini dengan susah payah membangun negeri dengan persatuan dan persaudaraan yang kental. Mereka melebur menjadi satu untuk cita-cita bangsa. Pada umumnya, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK mempunyai cita-cita yang sama untuk Indonesia. Tak ada dari mereka yang ingin menenggelamkan dan mengubur Indonesia. Pilihlah dari mereka sesuai nurani kita  masing-masing dengan tetap menjaga kesantuan dalam berucap dan bersikap.

Saudara-saudaraku, apapun hasil Pemilu Pilres nanti, mari kita sama-sama selamatkan Indonesia hingga menjadi Indonesia yang hebat. Tak perlu ada saling tuduh. Jangan sampai kita saling anggap musuh satu sama lain apalagi menjadikan Indonesia rusuh dan lumpuh.

Terakhir, saya ingin memanjatkan doa dan aminilah bilamana doa saya ini untuk kebaikan kita bersama:

“Tuhan, sadarkanlah kami bahwa tak ada yang perlu dipertahankan mati-matian di dunia ini kecuali keesaan-Mu. Ajarkanlah kami cara mendukung dan mencintai dengan baik dan benar. Jadikanlah kami hamba-Mu yang beradab yang jauh dari sikap biadab. Ingatkanlah kami bahwa ketika fanatisme mengental, maka akan muncul bersaingan sikap menuhankan dan menabikan, pembelaan yang membabi buta dan kutukan yang tak kunjung reda. Betapa malunya kami, bila setiap saat kalbu kami terlunta-lunta di hadapan-Mu tapi mata kami memicing dan melirik sinis kepada-Mu sembari berucap; Mengapa pilihan-Mu bukan pilihan kami, Tuhan.” 

Surat ini mengajak untuk bersatu dan saling rukun demi sebuah nama bangsa, INDONESIA.

Wassalam.

Kairo, 7 Juli 2014
Mas Yaqien