![]() |
Google.com |
Pemilu Pilpres 2014
kali ini cukup berbeda dengan Pemilu Pilpres tahun-tahun yang lalu. Berbagai
‘surat terbuka’ tercipta berhamburan bak jamur di beragam media. Sebut saja Tasniem Fauziyah, putri Amien Rais, yang
menulis surat teruntuk Gubernur Jakarta yang sedang mencalonkan diri sebagai
Presiden Indonesia. Setelah Tasniem, muncul surat-surat terbuka lain yang
intinya bertujuan untuk saling mengejek dan mengajak memilih salah satu capres-cawapres
tertentu.
Bukan bermaksud membeo, meskipun sebagai rakyat biasa entah
mengapa rasanya saya kok juga ingin menulis ‘surat terbuka’ tapi bukan
bertujuan seperti ‘surat terbuka’ yang sudah-sudah. Dan ‘surat terbuka’ ini
saya tujukan untuk masyarakat Indonesia dalam Pilpres 2014.
Surat Terbuka untuk Kita Semua
Yth. Seluruh rakyat Indonesia yang memiliki hak suara di
Pilpres 2014
Di Sabang sampai Merauke dan di luar Indonesia
Salam sejahtera. Semoga Tuhan selalu memberikan kita
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita tetap bisa memperhatikan dan
mengamati, serta ikut dalam menentukan nasib bangsa kita, Indonesia. Indonesia
adalah bangsa besar, bangsa kaya, bangsa luhur, bangsa mulia, bangsa sopan dan
santun, bangsa yang menjunjung tinggi keberagaman, bangsa yang terdiri dari
berbagai unsur suku dan budaya, bangsa yang berdiri di atas ribuan pulau,
bangsa yang lahir dari jerih payah persatuan, bangsa yang dirintis oleh
pahlawan-pahlawan yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda, bangsa yang
dengan bangga mengumandangkan Bhineka Tunggal Ika.
Saudara-saudaraku baik yang sudah memilih atau yang akan
memilih Presiden Indonesia. Perlu kita sadari, bahwa Pemilu Pilpres adalah suatu
momentum untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Calon-calon yang sudah/akan
kita pilih adalah putra-putra terbaik bangsa lantaran mereka telah diseleksi
dengan ketat oleh pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini. Oleh karenanya,
tidaklah santun rasanya bila kita masih saja mempersoalkan hal-hal kepribadian
masing-masing calon. Bila kita mengkritisi visi-misi, langkah, atau jawaban
mereka di debat tidaklah mengapa karena sejatinya dengan melihat itulah kita
memilih, bukan dengan hal-hal yang masih dalam dugaan.
Saudara-saudaraku, mendukung, mencintai, serta memilih
salah satu calon adalah hak kita masing-masing. Namun hak kita tentu terbatasi
oleh hak orang lain. Tak elok rasanya bila kita mendukung, mencintai, dan
memilih capres-cawapres tertentu tapi kita melukai hak-hak orang lain yang
mendukung, mencintai dan memilih capres-cawapres lain. Pemilu Pilpres adalah
kesempatan membawa Indonesia bangkit dan hebat. Dan Indonesia tak akan bisa
bangkit dan hebat bila kita bercerai-berai, saling menghujat, mengutuk,
merendahkan, dan tidak percaya satu sama lain.
Pendukung capres-cawapres A menggebu-gebu membela
pilihannya, sedang pendukung capres-cawapres B mati-matian menjaga ‘kesucian’
pilihannya. Memang, setiap pendukung berhak atau berkewajiban mendukung dan
membela dengan caranya masing-masing. Namun tidakkah kita ini bangsa yang santun
yang sudah sepantasnya membela dengan sikap dan ucap yang santun pula?
Saudara-saudaraku, bila kita dengan semangat merendahkan
capres-cawapres A misalnya, lalu capres-cawapres A terpilih sebagai RI 1-2 dan
bisa mewujudkan cita-cita rakyat Indonesia dengan menjadikan bangsa kita lebih
maju, lebih baik, dan lebih makmur, alangkah malunya kita dengan rentetan
cemoohan kita kepada capres-cawapres A tersebut? Begitu juga sebaliknya, jika
kita membabibuta membela dan memamerkan kelebihan capres-cawapres B, lalu capres-cawapres
B menjadi RI 1-2 dan ternyata tak bisa merealisasikan visi-misi serta apa yang
telah dijanjikan, betapa malu dan prihatinnya kita dengan kereta sanjungan dan
pujian kita kepada capres-cawapres B.
Saudara-saudaraku, sikap fanatisme tidaklah baik.
Kapanpun dan di manapun itu. Fanatisme yang berlebihan akan menjadikan kita
buta akan kebenaran, tuli akan saran dan masukan. Fanatisme juga akan menggerus
persatuan dan rasa persaudaraan kita. Dulu, para pendiri bangsa ini dengan
susah payah membangun negeri dengan persatuan dan persaudaraan yang kental.
Mereka melebur menjadi satu untuk cita-cita bangsa. Pada umumnya, Prabowo-Hatta
dan Jokowi-JK mempunyai cita-cita yang sama untuk Indonesia. Tak ada dari
mereka yang ingin menenggelamkan dan mengubur Indonesia. Pilihlah dari mereka
sesuai nurani kita masing-masing dengan
tetap menjaga kesantuan dalam berucap dan bersikap.
Saudara-saudaraku,
apapun hasil Pemilu Pilres nanti, mari kita sama-sama selamatkan Indonesia
hingga menjadi Indonesia yang hebat. Tak perlu ada saling tuduh. Jangan sampai
kita saling anggap musuh satu sama lain apalagi menjadikan Indonesia rusuh dan lumpuh.
Terakhir, saya ingin memanjatkan doa dan aminilah
bilamana doa saya ini untuk kebaikan kita bersama:
“Tuhan, sadarkanlah kami bahwa tak ada yang
perlu dipertahankan mati-matian di dunia ini kecuali keesaan-Mu. Ajarkanlah
kami cara mendukung dan mencintai dengan baik dan benar. Jadikanlah kami
hamba-Mu yang beradab yang jauh dari sikap biadab. Ingatkanlah kami bahwa
ketika fanatisme mengental, maka akan muncul bersaingan sikap menuhankan dan
menabikan, pembelaan yang membabi buta dan kutukan yang tak kunjung reda.
Betapa malunya kami, bila setiap saat kalbu kami terlunta-lunta di hadapan-Mu
tapi mata kami memicing dan melirik sinis kepada-Mu sembari berucap; Mengapa
pilihan-Mu bukan pilihan kami, Tuhan.”
Surat ini mengajak untuk bersatu dan saling rukun demi
sebuah nama bangsa, INDONESIA.
Wassalam.
Kairo, 7 Juli 2014
Mas Yaqien