Suatu hari
Rasulullah heran mengapa hari ini tidak seperti biasanya, tak ada lagi kotoran
binatang di depan rumah. Umpatan dan sumpah serapah tak terdengar pula menyalak
dan memekik sebagaimana lazimnya. Rasulullah pun bertanya-tanya ada apa gerangan
orang kafir Quraisy yang rajin membuang kotoran binatang dan melempar kutukan
tak melakukan rutinitasnya hari ini?
Setelah bertanya
kepada sebagian penduduk Makkah, ternyata si ‘pelaku’ sedang sakit keras dan
tak bisa keluar rumah. Rasulullah lalu bergegas ke rumah ‘pelaku’ membesuknya
dan mendoakan kesembuhan untuknya.
Sesampai di pintu, si ‘pelaku’ dengan
terpaksa membuka pintu lantaran tak percaya, ternyata masih ada penduduk
sekitar atau tetangga, sanak keluarganya, yang masih sudi menjenguknya. Pintu pun
terbuka dan betapa pasinya muka si ‘pelaku’ melihat wajah yang penuh cahaya
tersenyum dan mendoakan segala kebaikan untuknya. Matanya memendung dan pipinya
banjir dengan air mata. Orang yang selama ini ia hina, caci, dan benci, menjadi
orang pertama yang mengunjungi dan mendoakan di kala ia sedang berbaring melawan
penyakit. Dua kalimat syahadat pun terucap dari bibirnya tulus mengakui bahwa
Baginda Muhammad benar-benar utusan Tuhan yang Maha Esa.
***
Di pojokan
pasar kota Madinah, salah seorang lelaki tua renta beragama Yahudi mengumbar caciannya
tentang Baginda Muhammad. Meski matanya buta, tapi mulutnya cekatan dan
semangat menunjuk siapa saja yang hendak ke pasar supaya ikut merendahkan dan
memaki sang Nabi. Kabar tentang kakek tua yang sering mengumpatnya pun sampai di telinga beliau, Nabi memutuskan untuk rutin membawakan makanan sekaligus menyuapinya setiap hari dan tak pernah telat.
Saat disuapi,
si kakek tetap saja mengutuk dan melempar sumpah serapah kepada Baginda
Muhammad dan menyuruh ‘orang yang menyuapinya’ melakukan hal yang sama. Padahal
orang yang selama ini ia caci itulah yang menyuapinya dengan penuh kelembutan. Mendengar
perintah si kakek, Nabi hanya menepuk bahu kakek sembari tersenyum.
Selepas Nabi
berpulang ke hadirat Tuhan, Abu Bakar mengantikan segala pekerjaan Nabi dan
bertanya kepada istri Nabi yang juga putrinya, Aisyah, rutinitas Nabi apalagi yang
belum dituntaskan. Abu Bakar pun mencari si kakek Yahudi itu dan menemukannya,
lalu menyuapinya. Si kakek marah lantaran Abu Bakar telat dan makanan yang dia
suapkan terlalu keras dan tak mungkin bisa ditelan. Si kakek tahu bahwa dia
bukanlah orang yang biasa menyuapinya. Abu Bakar mengaku, dia Abu Bakar
pengganti Nabi. Dan orang yang menyuapinya setiap hari telah tiada, yaitu Rasulullah, Nabi Muhammad SAW yang selama ini menjadi bahan ocehan dan omelannya itu.
Air mata
kakek berderai deras membasahi seluruh mukanya. Ia menangis menjadi-jadi seakan
rasa malu menjadi pedang yang telah menghunusnya. Sangking tak kuasa menahan
tangis, dengan terbata-bata ia lafalkan, “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah
dan … dan … Muuuuhaaaammmad adalah benar-benar utusan Allah.” Tangisnya memecah
keramaian jalanan pasar. Dia memeluk Islam dengan menahan rasa malu dan
tangisnya.
***
Dua kisah di
atas hanya sekelumit dari rentetan penggalan sejarah Islamnya orang-orang non
muslim di era Nabi. Banyak dari mereka yang percaya dan mengakui kenabian Baginda
Muhammad lantaran akhlak Baginda Muhammad yang luhur dan mulia. Mereka percaya
bahwa seseorang yang berbudi pekerti dan santun benar-benar membawa risalah
Tuhan yang Maha Esa dan ditunjuk oleh Tuhan untuk memperbaiki umat manusia.
Risalah yang bernama Islam yang bertujuan menyempurnakan moral manusia.
Syekh Ahmad
Badr Ad-din Hassun, Mufti Suriah, pernah bercerita: Allah menyifati Nabi
Ibrahim dengan kemuliaan lantaran beliau sangat memuliakan dan menjamu tamu-tamunya.
Suatu ketika ada seorang kafir bertandang ke rumah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim
tak mempersilahkan si tamu makanan yang sudah siap santap di meja. “Saya harap
kamu tidak makan makanan saya ini kecuali kamu sudah beriman kepada Allah.” larang
Nabi Ibrahim.
“Wahai
Ibrahim, kamu melarangku memakan makananmu hanya karena aku seorang kafir?”
sangkal si tamu lalu melengos meninggalkan Nabi Ibrahim.
Sontak
malaikat Jibril pun turun atas perintah Allah dan bertanya kepada Nabi Ibrahim
perihal si tamu kafir itu. “Enak sekali dia menikmati kenikmatan yang diberikan
oleh Allah, tapi dia menyekutukan Allah?” jawab Nabi Ibrahim.
“Bukankah
Allah lebih mengerti darimu bahwa si tamu itu akan kufur kepada-Nya?” Tanya malaikat
Jibril.
“Pastinya.” balas
Nabi Ibrahim.
“Susullah dia,
muliakan dan beri dia makanan. Meskipun dia kufur tetap saja dia hamba Allah.”
Setelah memanggil
si tamu tadi, Nabi Ibrahim mempersilahkannya duduk dan menikmati jamuan yang
ada di meja. Sembari terheran-heran, ia bertanya mengapa Ibrahim berubah
secepat ini. Dan ketika mendengar jawaban Nabi Ibrahim, “Tuhanmu
memperingatkanmu hanya karena aku? Sungguh, beritakan kepadaku tentang Tuhanmu
ini. Tuhanmu adalah benar-benar Tuhan yang seharusnya disembah.” aku si tamu
kafir tadi.
***
Dengan tambahan
cerita Nabi Ibrahim ini, semoga menjadi sebuah hikmah yang mendalam bagi
kita umat Islam umumnya dan sebagian dari kita yang ‘semangat’ mendakwahkan
agama Allah, bahwa orang-orang non Muslim akan percaya kepada Tuhan kita yaitu
Allah bilamana kita bersikap dan menunjukkan perilaku yang sesuai dengan ajaran
Allah. Bagaimana kita bisa menjadi perantara hidayah bagi seorang wanita yang
berpakaian mini dan ketat, kalau belum-belum sudah kita teriaki, “Pelacur!” Bagaimana
kita membuat para pemabuk di diskotik taubat dan masuk surga, bila kita menuduhnya “ahli neraka” dan halal darahnya dibunuh
lalu kita lempari bom. Bagaimana umat non Muslim bisa tertarik dengan agama
yang kita anut, lha wong kita merasa jijik dan najis duduk dan
bercengkerama dengan mereka.
Akhlak adalah metode dakwah yang utama, hakiki, dan sesungguhnya yang sudah barang
pasti harus dimiliki setiap mereka yang mengaku dai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar