Jumat, 25 Juli 2014

Akhlak; Metode Dakwah Sesungguhnya

Suatu hari Rasulullah heran mengapa hari ini tidak seperti biasanya, tak ada lagi kotoran binatang di depan rumah. Umpatan dan sumpah serapah tak terdengar pula menyalak dan memekik sebagaimana lazimnya. Rasulullah pun bertanya-tanya ada apa gerangan orang kafir Quraisy yang rajin membuang kotoran binatang dan melempar kutukan tak melakukan rutinitasnya hari ini?

Setelah bertanya kepada sebagian penduduk Makkah, ternyata si ‘pelaku’ sedang sakit keras dan tak bisa keluar rumah. Rasulullah lalu bergegas ke rumah ‘pelaku’ membesuknya dan mendoakan kesembuhan untuknya. 

Sesampai di pintu, si ‘pelaku’ dengan terpaksa membuka pintu lantaran tak percaya, ternyata masih ada penduduk sekitar atau tetangga, sanak keluarganya, yang masih sudi menjenguknya. Pintu pun terbuka dan betapa pasinya muka si ‘pelaku’ melihat wajah yang penuh cahaya tersenyum dan mendoakan segala kebaikan untuknya. Matanya memendung dan pipinya banjir dengan air mata. Orang yang selama ini ia hina, caci, dan benci, menjadi orang pertama yang mengunjungi dan mendoakan di kala ia sedang berbaring melawan penyakit. Dua kalimat syahadat pun terucap dari bibirnya tulus mengakui bahwa Baginda Muhammad benar-benar utusan Tuhan yang Maha Esa.

***

Di pojokan pasar kota Madinah, salah seorang lelaki tua renta beragama Yahudi mengumbar caciannya tentang Baginda Muhammad. Meski matanya buta, tapi mulutnya cekatan dan semangat menunjuk siapa saja yang hendak ke pasar supaya ikut merendahkan dan memaki sang Nabi. Kabar tentang kakek tua yang sering mengumpatnya pun sampai di telinga beliau, Nabi memutuskan untuk rutin membawakan makanan sekaligus menyuapinya setiap hari dan tak pernah telat.

Saat disuapi, si kakek tetap saja mengutuk dan melempar sumpah serapah kepada Baginda Muhammad dan menyuruh ‘orang yang menyuapinya’ melakukan hal yang sama. Padahal orang yang selama ini ia caci itulah yang menyuapinya dengan penuh kelembutan. Mendengar perintah si kakek, Nabi hanya menepuk bahu kakek sembari tersenyum.

Selepas Nabi berpulang ke hadirat Tuhan, Abu Bakar mengantikan segala pekerjaan Nabi dan bertanya kepada istri Nabi yang juga putrinya, Aisyah, rutinitas Nabi apalagi yang belum dituntaskan. Abu Bakar pun mencari si kakek Yahudi itu dan menemukannya, lalu menyuapinya. Si kakek marah lantaran Abu Bakar telat dan makanan yang dia suapkan terlalu keras dan tak mungkin bisa ditelan. Si kakek tahu bahwa dia bukanlah orang yang biasa menyuapinya. Abu Bakar mengaku, dia Abu Bakar pengganti Nabi. Dan orang yang menyuapinya setiap hari telah tiada, yaitu Rasulullah, Nabi Muhammad SAW yang selama ini menjadi bahan ocehan dan omelannya itu.

Air mata kakek berderai deras membasahi seluruh mukanya. Ia menangis menjadi-jadi seakan rasa malu menjadi pedang yang telah menghunusnya. Sangking tak kuasa menahan tangis, dengan terbata-bata ia lafalkan, “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan … dan … Muuuuhaaaammmad adalah benar-benar utusan Allah.” Tangisnya memecah keramaian jalanan pasar. Dia memeluk Islam dengan menahan rasa malu dan tangisnya.

***

Dua kisah di atas hanya sekelumit dari rentetan penggalan sejarah Islamnya orang-orang non muslim di era Nabi. Banyak dari mereka yang percaya dan mengakui kenabian Baginda Muhammad lantaran akhlak Baginda Muhammad yang luhur dan mulia. Mereka percaya bahwa seseorang yang berbudi pekerti dan santun benar-benar membawa risalah Tuhan yang Maha Esa dan ditunjuk oleh Tuhan untuk memperbaiki umat manusia. Risalah yang bernama Islam yang bertujuan menyempurnakan moral manusia.  

Syekh Ahmad Badr Ad-din Hassun, Mufti Suriah, pernah bercerita: Allah menyifati Nabi Ibrahim dengan kemuliaan lantaran beliau sangat memuliakan dan menjamu tamu-tamunya. Suatu ketika ada seorang kafir bertandang ke rumah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim tak mempersilahkan si tamu makanan yang sudah siap santap di meja. “Saya harap kamu tidak makan makanan saya ini kecuali kamu sudah beriman kepada Allah.” larang Nabi Ibrahim.

“Wahai Ibrahim, kamu melarangku memakan makananmu hanya karena aku seorang kafir?” sangkal si tamu lalu melengos meninggalkan Nabi Ibrahim.

Sontak malaikat Jibril pun turun atas perintah Allah dan bertanya kepada Nabi Ibrahim perihal si tamu kafir itu. “Enak sekali dia menikmati kenikmatan yang diberikan oleh Allah, tapi dia menyekutukan Allah?” jawab Nabi Ibrahim.

“Bukankah Allah lebih mengerti darimu bahwa si tamu itu akan kufur kepada-Nya?” Tanya malaikat Jibril.

“Pastinya.” balas Nabi Ibrahim.

“Susullah dia, muliakan dan beri dia makanan. Meskipun dia kufur tetap saja dia hamba Allah.”
Setelah memanggil si tamu tadi, Nabi Ibrahim mempersilahkannya duduk dan menikmati jamuan yang ada di meja. Sembari terheran-heran, ia bertanya mengapa Ibrahim berubah secepat ini. Dan ketika mendengar jawaban Nabi Ibrahim, “Tuhanmu memperingatkanmu hanya karena aku? Sungguh, beritakan kepadaku tentang Tuhanmu ini. Tuhanmu adalah benar-benar Tuhan yang seharusnya disembah.” aku si tamu kafir tadi.

***

Dengan tambahan cerita Nabi Ibrahim ini, semoga menjadi sebuah hikmah yang mendalam bagi kita umat Islam umumnya dan sebagian dari kita yang ‘semangat’ mendakwahkan agama Allah, bahwa orang-orang non Muslim akan percaya kepada Tuhan kita yaitu Allah bilamana kita bersikap dan menunjukkan perilaku yang sesuai dengan ajaran Allah. Bagaimana kita bisa menjadi perantara hidayah bagi seorang wanita yang berpakaian mini dan ketat, kalau belum-belum sudah kita teriaki, “Pelacur!” Bagaimana kita membuat para pemabuk di diskotik taubat dan masuk surga, bila kita menuduhnya “ahli neraka” dan halal darahnya dibunuh lalu kita lempari bom. Bagaimana umat non Muslim bisa tertarik dengan agama yang kita anut, lha wong kita merasa jijik dan najis duduk dan bercengkerama dengan mereka.

Akhlak adalah metode dakwah yang utama, hakiki, dan sesungguhnya yang sudah barang pasti harus dimiliki setiap mereka yang mengaku dai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar