Menikah atau
berpuasa. Begitulah Islam menawarkan jalan keluar bagi pemuda agar terhindar
dari kebobrokan moral dan keliaran akal. Imam Bukhari-Muslim meriwayatkan hadis tersebut yang
menganjurkan pemuda menikah atau berpuasa bila tak kuat membendung hasrat
seksual.
“Wahai para
pemuda, bagi siapa di antara kalian yang mampu menikah, menikahlah. Karena menikah
bisa menundukkan pandangan dan menjaga (kesucian) kemaluan. Barang siapa yang
belum mampu (menikah), maka berpuasalah. Karena puasa bisa menjadi pengekang
(syahwat).”
Hadis ini
mengisyaratkan kepada kita bahwa Islam sangat menghormati dan memuliakan kaum
pemuda (dan pemudi). Islam menyanjung pemuda yang tumbuh
besar dalam kepatuhan kepada Allah dengan mengatagorikannya ke dalam tujuh
golongan yang akan mendapatkan ‘payung peneduh’ di saat tak ada
peneduh selain payung Tuhan.
Al-Quran juga mengabadikan dengan tinta emasnya kisah
pemuda Ashabul Kahfi yang disanjung Tuhan dan diberi ganjaran berupa
tampahan petunjuk: “Sesunguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman
kepada Rabb mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” [Al Kahfi:
13]
Sangking perhatiannya kepada pemuda itulah, Islam
memberikan tawaran menikah atau berpuasa agar kehidupan pemuda tidak stagnan
dan tumbang di tengah jalan hanya karena terlena dengan keenakan sesaat.
Tak sampai di situ, dalam
memilih seorang pendamping hidup, Islam juga memberikan
sebuah tawaran yang sangat akurat. Tawaran yang amat adil dan tidak menzalimi siapapun. Misalnya, antara gadis dan janda, mana yang
lebih dipilih dan diutamakan untuk menjadi istri pujaan?
Pada dasarnya, Islam
menganjurkan kepada para lelaki agar menikahi gadis ketimbang janda, lantaran
gadis bisa menghilangkan kepenatan, kejenuhan dan condong untuk bersenang-senang. Tentu salah satu tujuan menikah adalah
bersenang-senang dengan kenikmatan tapi dengan cara yang
dihalalkan oleh Tuhan.
Al-Qamah, salah seorang murid terbaik Abdullah bin Masud,
bercerita dan ceritanya didokumentasikan oleh Imam Bukhari-Muslim dalam kitab
As-Sahih keduanya: “Suatu saat
Usman bin Affan yang tatkala itu menjadi khalifah, bertemu Abdullah bin Mas’ud
dan menawarinya untuk dinikahkan dengan seorang gadis, agar memori-memori masa
silamnya kembali hadir dan terbebas dari kesendirian di masa tua. Abdullah bin Mas’ud menolak
penawaran Usman, lantaran ia lebih memilih beribadah dan berzuhud di masa
tuanya, juga keluarganya selalu siap menyukupi segala kebutuhan usia senjanya.”
Meskipun Abdullah bin Masud menolak, riwayat tersebut bisa
dijadikan sandaran, menikah dengan seorang gadis lebih diutamakan dari seorang
janda. Dengan beberapa kelebihan, gadis diperlakukan super special di banding
janda, di antaranya: Gadis lebih gesit dan tanggap dalam mengurus dan melengkapi
kebutuhan rumah tangga karena gadis pada umumnya perempuan dewasa yang belum
menginjak umur 30 tahun. Lalu bagaimana Islam memperlakukan seorang janda?
Masih bersama Imam Bukhari-Muslim, kita akan mendapatkan
cerita ciamik tentang pemilihan istri Jabir bin Abdillah. Jabir merupakan 7 sahabat
Nabi yang banyak meriwayatkan hadis. Ia menempati rangking keenam, setelah
Abdullah bin Abbas dan sebelum Abu Said Al-Khudri, dan ia mengemas 1540 hadis
yang tersebar periwayatannya di kitab-kitab hadis.
Jabir bin Abdullah mendapatkan wasiat dari ayahnya yaitu
Abdullah yang merupakan korban syahid pada perang Uhud, untuk merawat sembilan saudari-saudarinya, ia pun memutuskan menikah dengan seorang janda. Tujuannya agar bisa membantunya dalam
mengurus dan mendidik kesembilan saudarinya. Mulanya, hal ini tidak diterima
oleh Rasulullah Saw. Rasulullah menganjurkannya untuk menikah dengan seorang
gadis. Namun setelah mendengar alasan Jabir, Rasulullah merestui pilihannya,
menikah dengan seorang janda.
Dari kisah Abdullah bin Masud dan Jabir bin Abdullah,
Islam memberi dua tawaran bebas kepada seorang lelaki yang hendak menikah,
gadis atau janda. Sah-sah saja memilih gadis dan boleh saja menikahi janda
asalkan pilihan itu mempunyai alasan yang tepat dalam kelangsungan hidup dan
tidak terkesan dipaksakan.
Inti dari pernikahan seperti yang disampaikan Prof. Dr.
Ahmad Karimah di majalah Ar-Ruwaq edisi November 2013, bukanlah untuk
mempekerjakan istri dalam urusan rumah tangga dan mempekerjakan suami dalam
urusan pendapatan dan pemasukan keuangan keluarga saja, akan tetapi pernikahan
bertujuan agar kehidupan sepasang manusia bisa tenang, tentram, dan berjalan
sesuai garis-garis yang disisirkan oleh agama.
Terserah anda pilih yang mana, gadis atau janda?
Kairo, 25 Januari 2014